Proporsi Belanja Pegawai Pemda di NTB Masih Gemuk, Pemerintah Pusat Berikan Solusi Ini

Mataram (NTBSatu) – Proporsi belanja pegawai untuk Pemerintah Provinsi dan 10 kabupaten/kota di NTB masih melebihi 30 persen dari total belanja APBD.
Belanja pegawai paling gemuk diduduki oleh Pemerintah Kota Bima sebesar 57,81 persen. Peringkat kedua ada Lombok Barat 41,01 persen. Disusul Sumbawa 40,19 persen, Kabupaten Bima 40,16 persen, Dompu 39,32 persen, Lombok Tengah 39,50 persen, Lombok Timur 36,65 persen, Kota Mataram 35,39 persen, Lombok Utara 33,37 persen, Sumbawa Barat 31,73 persen dan Provinsi NTB 31,88 persen dari APBD.
Hal ini tentunya bertentangan dengan UU Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah (HKPD). Di mana ada pembatasan proporsi belanja pegawai maksimal 30 persen dari total belanja APBD.
Kondisi ini tentunya harus menjadi perhatian Pemda setempat, sebab belanja pegawai yang terlalu gemuk dinilai membuat celah fiskal daerah semakin sempit. Apalagi, sebagian besar Pemda di NTB memiliki kapasitas fiskal dengan kategori sedang dan rendah.
Selain itu, hal tersebut memperlihatkan bahwa Pemda masih tergantung dari dana transfer dari Pusat untuk membayarkan biaya operasionalnya.
Kepala Bidang PPA II, Kantor Wilayah Ditjen Perbendaraan Provinsi NTB, Maryono, mengatakan, penyebab membengkaknya belanja pegawai harus dikaji terlebih dahulu dengan memperhatikan kondisi yang ada di masing-masing daerah.
“Untuk tahu birokrasinya gendut atau tidak, ya kita harus tahu formasi dan bezzeting (persediaan pegawai). Selain itu apakah masih ada tenaga honorer dan pengangkatan P3K?,” terangnya, Selasa, 28 Mei 2024.
Berita Terkini:
- Pemkot Mataram Fasilitasi Seragam Gratis Bagi Siswa Kurang Mampu
- NTB Makin Dilirik Wisatawan, Pengeluaran Wisnus Capai Rp2,87 Juta per Perjalanan
- SiLPA Mataram Tembus Rp166 Miliar, Wali Kota Pastikan Alokasi untuk Layanan Publik Prioritas
- Refleksi Hari Jadi Bima ke-385 Tahun: Sejarah Singkat, Potret Masalah, dan Wacana Heterarki Sosial Masyarakat
- Lombok Utara Menghadapi Krisis Air Serius pada Tahun 2045 Tanpa Tindakan Mendesak
Lalu dari jumlah pegawai, lanjut Maryono, perlu adanya analisa beban kerja. Sementara itu, dari anggaran belanja pegawai dilihat apakah ada alokasi gaji dan tunjangan melekat gaji dan TPP daerah.
“Dan, khususnya TPP juga perlu dikaji. Apakah besarnya TPP sudah sesuai dengan kemampuan keuangan daerah,” imbuhnya.
Kepala Ditjen Perbendaraan Negara (DJPb) Provinsi NTB, Ratih Hapsari, menyebut, pemerintah daerah diberi waktu hingga 5 tahun sejak Undang-Undang HKPD diundangkan, atau 5 tahun dari tahun 2022, untuk mencapai proporsi tersebut.
“Per 2027, rasio Belanja Pegawai maksimal 30 persen dan Belanja Modal minimal 40 persen. Mengingat jangka waktu penerapan pembatasan proporsi belanja pegawai yang sudah dekat,” ujar Ratih.
Maka dari itu, seyogyanya Pemda mulai menyusun langkah sistematis dan strategis, terutama dalam hal perencanaan anggaran dan pembangunan agar kewajiban dapat terpenuhi.
Yang pertama adalah membuat perhitungan terkait kebutuhan ASN, khususnya tenaga pendidikan dan tenaga medis, dengan memperhatikan kebutuhan faktual daerah, terang Ratih.
“Penyusunan kebutuhan pegawai memperhatikan efisiensi dan efektifitasnya, salah satunya adalah dengan melakukan otomasi dalam beberapa tipe pekerjaan,” sarannya.
Selain efisiensi dalam penggunaan anggaran, Ratih juga mengusulkan agar strategi peningkatan PAD juga dilaksanakan secara intensif.
“Khususnya terkait pendataan perbaikan sistem pembayaran pajak dan retribusi daerah, pemanfaatan aset daerah, dan pencarian sumber-sumber PAD yang baru dengan tetap memperhatikan kemampuan masyarakat,” pungkasnya. (STA)