Mataram (NTBSatu) – Aktivis Anak, Joko Jumadi geram mendengar seorang joki cilik inisial P asal Desa Donggo, Kecamatan Woja, Kabupaten Dompu menjadi korban lomba pacuan kuda.
Joki cilik itu meninggal saat sedang latihan mandiri pada tanggal 12 Mei 2024, untuk mengikuti kejuaraan pacuan kuda dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-209 Kabupaten Dompu.
Meninggalnya P pun menambah daftar joki cilik yang setiap tahunnya mengikuti lomba pacuan kuda dan selalu memakan korban.
Joko mengatakan, sampai saat ini dirinya masih memastikan apakah kejadian tersebut benar adanya. Namun, kalaupun itu benar terjadi, ia mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam menangani permasalahan joki cilik.
“Kalaupun itu terjadi, pernyataan saya, sampai kapan pemerintah dan kita semua harus diam menyaksikan satu per satu joko cilik itu meregang nyawa di pacuan,” tegasnya dihubungi NTBSatu, malam ini, Sabtu, 18 Mei 2024.
Termasuk, mengapa pihak kepolisian sampai hari ini masih membiarkan bahkan memberikan izin terhadap penyelenggaraan pacuan kuda dengan joki anak, yang jelas-jelas sudah melanggar peraturan perundang-undangan yang ada.
“Ada eksploitasi anak di pacuan kuda dan itu melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak. Ini yang menjadi perhatian kita bersama, kenapa kemudian polisi membiarkan,” ungkap Ketua LPA Kota Mataram ini.
Berita Terkini:
- Banjir Bandang Terjang Pulau Sumbawa, Nestapa di Ujung Tahun 2024
- Penetapan NTB sebagai Tuan Rumah PON 2028 Masih Tunggu SK Kemenpora
- Kabid SMK Terjaring OTT Seret Nama Kadis Dikbud NTB
- Siswi SMAN 1 Mataram Bawa Tim Hockey Indonesia Juara Asia
- Banjir di Pulau Sumbawa, 4.850 KK Terdampak dan 316 Ekor Hewan Ternak Hanyut
Lalu, ketika terdapat kejadian joki cilik yang meninggal, siapa yang bertanggung jawab. Apakah semua disalahkan kepada anak yang menjadi joki tersebut.
“Jangan-jangan orang akan berpikir, ‘ngapain jadi joki anak, itu sudah risikomu menjadi joki anak’. Padahal dalam kegiatan pacuan kuda, ada orang dewasa yang kemudian memanfaatkan, mengeksploitasi anak-anak ini. Namun, semua pihak diam saja, termasuk pemerintah,” imbuh Joko.
Ia yang tergabung dalam Tim Advokasi Stop Joki Anak ini juga heran, kegiatan pacuan kuda di Dompu tersebut tetap berlangsung, meskipun ada kejadian joki cilik yang meninggal.
“Betul-betul sudah tidak ada empatinya para pemilik kuda itu. Sudah tidak punya hati, kalau itu tetap dilaksanakan,” geram Joko.
“Apa bedanya dengan gladiator zaman dulu yang disaksikan oleh para borjuis membiarkan orang meregang nyawa di pacuan, kemudian mereka bertepuk tangan. Tidak ada bedanya,” tambah Direktur Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum FHISIP Unram ini.
Dirinya juga menyoroti hingga sekarang, tidak ada itikad baik dari pemerintah dan aparat penegak hukum dalam memberikan atensi terhadap permasalahan joki cilik.
“Kalau pemerintah dan aparat penegak hukum tidak mau memberikan atensi, memang betul-betul mereka menginginkan anak-anak itu meninggal setiap tahun dan habis joki anak di NTB,” pungkas Joko. (JEF)