Mataram (NTBSatu) – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan sengketa atau Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 pada Senin, 22 April 2024, pukul 09.00 WIB.
Lembaga negara pengawal konstitusi itu menggelar sidang pengucapan putusan dua perkara PHPU Pilpres sekaligus, yakni perkara No. 1/PHPU.PRES-XXII/2024 yang diajukan pasangan calon (paslon) nomor urut 01 Anies-Muhaimin dan perkara No. 2/PHPU.PRES-XXII/2024 yang diajukan paslon 03 Ganjar-Mahfud.
Kedua Paslon tersebut pada intinya, meminta MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang penetapan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden tahun 2024, di mana Paslon nomor urut dua, Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka terpilih sebagai pemenang.
Hasilnya, MK menolak hipotesis Anies-Muhaimin dalam permohonan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 yang menyatakan keterlibatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Pilpres 2024, usai pertemuan dengan pemimpin redaksi sejumlah media serta content creator, seperti Akbar Faisal, Helmy Yahya, dan Arie Putra di Istana Negara Jakarta pada Senin, 29 Mei 2023.
“Bahwa berdasarkan pertimbangan hukum, Mahkamah menilai dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” kata Hakim MK, Daniel Yusmic P. Foekh, dalam sidang pembacaan putusan perkara PHPU Pilpres 2024 di Gedung I MK RI, Jakarta.
Berita Terkini:
- Anggota DPR RI Abdul Hadi Sayangkan Pemprov NTB tak Komunikatif
- Diwarnai Hujan Angin, Pj. Gubernur NTB Resmikan Taman Edukasi Landfill Hill Kebon Kongok
- Peternak di Dompu Ditemukan Meninggal, Terseret Arus saat Selamatkan Sapi
- Boat Angkut 16 Penumpang Karam di Gili Trawangan
Untuk membuktikan dalil tersebut, kata Daniel, Pemohon mengajukan sejumlah alat bukti. Setelah dicermati, MK menilai dalil tersebut tidak diuraikan lebih lanjut oleh Pemohon terkait seperti apa makna dan dampak cawe-cawe yang dimaksud serta apa bukti tindakan tersebut.
Daniel mengatakan, berbagai alat bukti yang diajukan Pemohon memang menunjukkan kegiatan dan pernyataan Presiden yang berkehendak untuk cawe-cawe dalam Pilpres 2024.
Namun, menurut MK, bukti tersebut tidak cukup kuat untuk membuktikan dalil Pemohon.
“Menurut Mahkamah, tanpa bukti kuat dalam persidangan, tidak dapat begitu saja ditafsirkan sebagai kehendak untuk ikut campur dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024 dengan menggunakan cara-cara di luar hukum dan di luar konstitusi,” kata Daniel.
Daniel juga menyebut bahwa MK tidak mendapatkan bukti adanya korelasi antara bentuk cawe-cawe dengan potensi perolehan suara salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024. (STA)