Mataram (NTBSatu) – Kehadiran Pj Gubernur NTB Lalu Gita Ariadi dalam Agenda DPP Partai Golkar Sabtu kemarin, menimbulkan polemik. Sebab, kehadirannya di DPP Golkar bertentangan dengan statusnya saat ini yang merupakan PJ Gubernur NTB.
Sebagaimana termaktub dalam Permendagri No 4 Tahun 2023, Bahwa seorang Pj Gubernur merupakan seorang ASN, sehingga kehadirannya dalam agenda Golkar itu sangat bertentangan dengan UU tersebut.
“Penjabat Gubernur yang selanjutnya disebut Pj Gubernur adalah ASN yang menduduki jabatan pimpinan tinggi madya yang ditetapkan oleh Presiden, untuk melaksanakan tugas dan wewenang gubernur karena terdapat kekosongan jabatan gubernur dan wakil gubernur,” bunyi Permendagri.
Selain itu, ASN pun memiliki asas netralitas yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
“Dalam aturan itu disebutkan bahwa ASN dilarang menjadi anggota dan atau pengurus partai politik. ASN pun diamanatkan untuk tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun,” bunyi UU Nomor 5 Tahun 2014 itu.
Berita Terkini:
- Kampanye Akbar Iqbal – Dinda di Kandang Rohmi – Firin Dipadati Lautan Manusia
- Oknum Personel Polda NTB Dilaporkan ke Polresta Mataram, Diduga Gelapkan Mobil Rp46 Juta
- Orasi Iqbal saat Kampanye Akbar di Kandang Rohmi-Firin: NTB Miskin, Bukti Salah Kelola
- Bawaslu Telusuri “Live” KPU Tayangkan Hasil Survei Jelang Debat Pilgub NTB
Dengan detail, bahwa UU itu menerangkan agar ASN tidak berpihak kepada segala kepentingan siapapun, dalam hal ini kepentingan Partai Golkar. Jika terdapat melakukan hal itu, maka pengenaan sanksi bisa dilakukan terhadap Pj Gubernur NTB.
Disisi lain, mengenai sanksi dan hukuman disiplin pada pelanggaran netralitas ASN juga telah tertuang pada Surat Keputusan Bersama (SKB) 5 (lima) Menteri, yakni Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), yang disepakati pada 22 September 2022 lalu.
Dalam SKB tersebut juga dijelaskan bentuk pelanggaran netralitas sampai dengan jenis sanksi atas pelanggaran netralitas pegawai ASN.
Adapun jenis sanksinya yakni ada sanksi berupa teguran, penundaan gaji, penurunan pangkat, hingga pemberhentian dari jabatan jika ASN tidak netral dan syarat akan kepentingan selain daripada kepentingan yang diamanatkan UU. (ADH)