Mataram (NTBSatu) – Peneliti Media Ignatius Haryanto menilai, kemenangan Prabowo Subianto dalam pilpres versi hitung cepat beberapa lembaga survei dikhawatirkan mengancam kebebasan pers.
Ia mendasarkan hal itu pada rekam jejak Prabowo di masa lalu yang berulang kali menunjukkan watak antikritik saat berurusan dengan pers.
Misalnya, kerap menolak wawancara dengan media tertentu, terutama yang pernah mengkritiknya, serta pernah menandai sejumlah media yang kritis padanya.
“Ruang gerak pers bisa jadi akan lebih terbatas dan pembredelan media bisa saja terjadi kembali seperti di era Orde Baru,” jelasnya pada Kamis, 15 Februari 2024 dikutip dari BBC News Indonesia.
“Bredel ada kemungkinan itu akan dilakukan, karena saya kira juga kekuasaan hegemonik yang sudah ada oleh pemerintahan sekarang ini kan tinggal dilanjutkan dengan karakter yang lebih keras,” sambungnya.
Berita Terkini:
- Maudy Ayunda Kerasukan di Foto Perdana Film “Para Perasuk”
- Wamen Ekraf dan Gekrafs Bahas Pengembangan Ekonomi Kreatif di NTB
- Penyebab Bitcoin Tembus US$103.000
- Krisis Tenaga Kerja Terdidik, Awal Tahun 2025 Pengangguran Sarjana di Indonesia Melonjak
Prabowo disebut datang dari era Orde Baru yang menyuburkan pembungkaman pers dan punya relasi dengan keluarga Cendana.
Sebagai catatan, Prabowo adalah mantan suami Siti Hediati Hariyadi alias Titiek, putri kedua mantan presiden otoriter Soeharto.
“Saya kira rezim-rezim otoriter itu kan selalu melakukan cara-cara untuk membungkam. Jadi saya kira memang kita bisa agak khawatir dengan situasi ini,” kata Ignatius.
Sasmito Madrim, ketua umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI), juga mengatakan hal yang sama.