Lombok Timur (NTBSatu) – Sejumlah pihak terutama dari kalangan akademisi mendesak agar para pemilik saham Bank NTB Syariah untuk melakukan evaluasi jajaran direksi bank tersebut. Salah satunya melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Desakan tersebut berangkat dari beberapa catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang telah melakukan audit selama enam.
Hasilnya, pelaksanaan tugas dan tanggung jawab jajaran Direksi dan Komisaris PT Bank NTB Syariah diklaim kurang maksimal.
Karena itu, sejumlah akademisi menyarankan kepada pemegang saham, yakni Pemprov NTB dan Pemerintah Kabupaten/Kota se-NTB untuk melakukan RUPS itu.
“RUPS Luar Biasa (LB) sangat perlu memilih dan memilah jajaran Direksi (direktur utama dan juga para direktur) dengan selektif. Bukan karena pertimbangan politik, tetapi benar berdasarkan pertimbangan profesional,” kata Guru Besar Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Mataram (Unram), Prof. Sudiarto, Selasa, 30 Januari 2024.
Berdasarkan hasil audit OJK, ada beberapa hal yang menjadi sorotan. Salah satunya terkait pembiayaan yang diberikan PT Bank NTB Syariah secara tidak wajar kepada nasabah istimewa, misalnya PT CGI sebesar Rp11 miliar; PT LIFT sebesar Rp14 miliar; dan PT AJR sebesar Rp318 milliar.
Nilai yang cukup fantastis itu menimbulkan kekhawatiran seperti pembiayaan yang akan macet. Sehingga berdampak buruk terhadap Badan Usaha Milik Daerah (BUMN) Provinsi NTB tersebut. Pasalnya, dari tiga perusahaan itu hanya memberikan jaminan atas pembiayaan itu berupa sertifikat dan kontrak.
Baca Juga: Nelayan Pesisir Mataram Nekat Melaut karena Belum Tersentuh Bantuan
Poin kedua yang menjadi sorotan Dosen Hukum Bisnis Unram itu adalah, perihal tidak ditemukan adanya pengembalian fee base dari perusahaan asuransi kepada PT Bank NTB Syariah dalam neraca keuangannya.
Semestinya, setiap nasabah yang mendapatkan pembiayaan dari Bank NTB Syariah, diwajibkan membayar polis asuransi jiwa sesuai ketentuan besar kecilnya pembiayaan yang diperolehnya. Kemudian disetorkan kepada perusahaan asuransi. Misalnya perusahaan asuransi Askrida Syariah dan perusahaan asuransi lainnya.
Mendengar desakan RUPS tersebut, Pemkab Lombok Timur selaku salah satu pemegang saham terbesar Bank NTB Syariah belum memutuskan sikap.
Pihak Pemkab Lombok Timur menyebut akan mendalami terlebih dahulu permasalahan yang menimbulkan desakan tersebut.
“Kita amati dulu, dalami lebih jauh permasalahannya,” kata Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Lombok Timur, H Hasni, Kamis, 1 Februari 2024.
Diketahui, jumlah persentase Ultimate Shareholder Bank NTB Syariah per 31 Desember 2023 adalah sebagai berikut:
- Pemerintah Provinsi NTB: 47,27 persen
- Pemerintah Kabupaten Lombok Timur: 9 persen
- Pemerintah Kabupaten Sumbawa: 8,43 persen
- Pemerintah Kabupaten Dompu: 8,05 persen
- Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah: 6,78 persen
- Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat: 4,48 persen
- Pemerintah Kabupaten Bima: 4,45 persen
- Pemerintah Kabupaten Lombok Utara: 4,07 persen
- Pemerintah Kota Mataram: 3,06 persen
- Pemerintah Kabupaten Lombok Barat: 2,95 persen
- Pemerintah Kota Bima: 1,48 persen. (MKR)
Baca Juga: Kampanyekan Istrinya, Oknum Kades di Lombok Barat Dituntut Penjara 5 Bulan