Mataram (NTBSatu) – Pusat Kajian Perlindungan Anak Universitas Mataram (Unram) menyayangkan kemunculan aksi tak senonoh yang dilakukan bocah di Lombok Tengah, saat mengganggu seorang perempuan salat di Masjid Agung Praya.
Aksi tersebut terekam melalui sebuah CCTV dan viral di media sosial beberapa waktu lalu.
“Saya sudah komunikasi dengan Polres pada hari kejadian. Saya hanya menyampaikan, seyogyanya kasus itu tidak harus dimunculkan, karena dia anak-anak yang bagaimanapun juga akan berdampak kepada dirinya sendiri,” jelas Ketua Pusat Kajian Perlindungan Anak Unram, Joko Jumadi, Senin, 22 Januari 2024.
Pihaknya pun telah melakukan penelusuran lebih dalam atas video rekaman tersebut dan tidak menemukan adanya sentuhan.
“Jadi si anak hanya berada di belakang seorang perempuan yang lagi salat. Tidak ada sentuhan. Sampai hari ini pun, perempuan yang lagi salat itu juga tidak tahu ada peristiwa tersebut,” ungkapnya.
Sementara secara proses hukumnya, Joko mengatakan, kalau si anak tidak bisa diproses karena usianya masih 11 tahun.
Baca Juga: Anggaran Fantastis untuk Pesta Demokrasi 2024 Diperkirakan Rp110,4 Triliun
“Kalau menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, yang bisa diproses usia 12 tahun. Kalau 11 tahun, hanya dua dua alternatifnya, dikembalikan ke orang tua atau dititipkan di LPKS,” katanya.
Sehingga, untuk sekarang proses hukumnya sudah selesai, lanjut Joko, karena tidak bisa diproses lebih lanjut.
“Yang penting untuk dilakukan sekarang adalah bagaimana perilaku si anak perlu mendapat perhatian. Artinya, dia perlu mendapatkan pendampingan psikolog. Proses edukasi kepada si anaknya juga tetap perlu dilakukan,” ujarnya.
Termasuk, tambahnya, perlu memberikan teguran kepada yang menyebarkan video rekaman CCTV tersebut.
“Paling tidak, dalam kasus ini ada pembelajaran bahwa tidak semua CCTV layak diviralkan. Apalagi, kasusnya pada anak-anak,” tegas Joko.
Ia juga menyampaikan, kondisi anak yang berada dalam video tersebut saat ini baik-baik saja. “Kami sudah memastikan, jangan sampai pendidikannya terganggu. Untuk kebutuhan psikolog, teman-teman LPA di Lombok Tengah sudah menyiapkan,” tutup Joko. (JEF)
Baca Juga: Pemenuhan Guru SMK dan SLB Masih Jadi Prioritas Dinas Dikbud NTB dalam PPPK 2024