Mataram (NTBSatu) – Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi NTB, menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) untuk membahas pengawalan sarana pengolahan tanaman dan penerapan sistem jaminan mutu keamanan pangan, Senin, 27 November 2023, di Aula Oryza Sativa, Distanbun Provinsi NTB.
Rakor tersebut dipimpin oleh Kepala Bidang (Kabid) Tanaman Pangan, Distanbun NTB, Lalu Mirza dan dihadiri oleh seluruh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten dan Kota.
Poin utama dalam Rakor tersebut adalah terkait larangan melakukan penanaman jagung di kawasan hutan. Karena dianggap sebagai faktor utama penyebab banjir.
“Untuk perhatian kita bersama, narasi yang berkembang saat ini di tengah masyarakat, bahwa jagung penyebab utama banjir karena komoditi jagung ini sudah merambah kawasan hutan,” kata Mirza.
Oleh sebab itu, Mirza menekankan, untuk komoditi jagung harus lebih diperhatikan dalam usaha peningkatan jumlah produksi.
Berita Terkini:
- Ummat Borong 6 Penghargaan LLDikti Wilayah VIII, Ikhtiar Kampus Unggul
- Santri Al-Ishlahul Ittihad Gelar Pertunjukan Seni Tradisional Dipadukan Seni Islami
- ANTV PHK Massal Karyawannya, Ini Deretan Program yang Pernah Populer
- Menelusuri Jejak PMI Legal di Malaysia: Rindu Bekerja di Kampung Sendiri, Titip Pesan untuk Gubernur NTB Terpilih
Termasuk harus lebih selektif dalam penambahan luas area tanam dan tidak boleh menyentuh kawasan hutan.
“Komoditi jagung sendiri sudah ada kesepakatan antara Distanbun NTB bersama Kementerian Pertanian, tidak boleh melakukan penanaman jagung di kawasan hutan,” jelasnya.
Selain itu, Mirza juga menyampaikan tentang pentingnya kelengkapan administrasi dalam proses usulan kelompok tani. Hak itu untuk mencegah kesalahan administrasi dikemudian hari.
“Di dalam mengajukan usulan kelompok tani perlu kami mengingatkan teman-teman yang di Kabupaten/kota terhadap kelengkapan administrasi. Terutama e-proposal harus dilengkapi untuk menjadi perhatian bersama agar tidak ada permasalahan secara administrasi di kemudian hari,” ungkapnya.
Pada kesempatan tersebut, juga dibahas terkait UPH kedelai. Di mana pemerintah pusat menginginkan, agar produk turunan dengan bahan baku kedelai ini tidak hanya tahu dan tempe saja.
“Diharapkan ke depannya ada produk turun yang lebih banyak dan adanya peningkatan inovasi produk turunan dari kedelai yang memiliki nilai jual tinggi,” harapnya.
Hal lain yang juga mengemuka dan jadi pembahasan serius adalah terkait kondisi gabah saat ini.
Beberapa provinsi yang masih memiliki produksi gabah yang lebih. Diantaranya, provinsi Jawa Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Tengah, dan NTB.
Beberapa kasus yang ditemukan di lapangan, banyak hasil produksi gabah NTB dijual ke luar. Hal ini dipicu harga di luar yang cukup tinggi.
Kondisi ini memicu peningkatan inflasi yang cukup tinggi di NTB. Hal ini dinilai perlu menjadi perhatian bersama dari semua pihak, sehingga dapat bersinergi untuk mengawal, agar gabah dari NTB keluar dalam pengawasan kita.
Untuk proses ini, jajaran Distanbun NTB dapat berpegang pada Peraturan Gubernur tahun 2023. Peraturan ini, rencananya akan ditingkatkan penerapannya pada musim panen 2024.
“Selain itu juga kami juga selalu berupaya terus intens berkomunikasi dengan pemerintah pusat untuk mengusulkan bapak ibu agar ada dana pendampingan untuk petugas lapangan yang ada di kabupaten/kota,” tutupnya. (MYM)