Kemudian, dia mengatakan penting memahami media sosial attention economy. Dewasa ini, berita sangat mudah diakses melalui wadah berita maupun platform tertentu dengan berbagai tujuan. Baik ekonomi, politik, dan sosial budaya.
“Hal tersebut dapat menimbulkan pro dan kontra serta memberi dampak negatif dan positif (polarisasi) bagi kehidupan,” katanya.
Generasi Milenial dan Gen Z dianggap sebagai penentu. Generasi muda harus memahami cara menggunakan media sosial secara bertanggungjawab. Terutama ketika berkait dengan berita hoaks.
Sebelum mengunggah konten, sambung Ismail, generasi milenial diminta berpikir kritis. Hal itu untuk mencegah intoleransi dan politik identitas yang dapat menimbulkan perpecahan.
“Generasi muda perlu dilibatkan dalam diskusi dan kampanye online yang konstruktif untuk membentuk pemahaman politik yang lebih luas dan partisipatif menjelang Pemilu,” ujarnya.
Berita Terkini:
- Profil Hary Tanoesoedibjo, Bos MNC yang PHK Karyawan
- Setelah Brigadir Nurhadi, Kini Muncul Kematian Janggal Anggota TNI AU Asal NTB
- Promo Gila Digimap, Harga iPhone 13 dan 15 Turun Drastis Hingga Rp5 Juta
- Tuai Banyak Kritikan, Mori Hanafi Pastikan NTB Tetap Jadi Tuan Rumah PON 2028: Kesiapan Venue 80 Persen
“Pengaruh generasi Milenial dan Gen Z dalam politik sangat penting untuk menentukan arah politik dan masa depan Indonesia,” sambung Ismail.
Dalam kegiatan ini turut dihadiri sejumlah peserta dari mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Antara lain, Universitas Negeri Mataram (UNRAM), Universitas Pendidikan Mandalika (UNDIKMA) Mataram. Kemudian, Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Universitas Bumigora, dan Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT). (KHN)