Mataram (NTBSatu) – Tak sedikit yang bertanya, mengapa NTB masuk 5 besar kinerja Kepala Dinas dalam Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
Perlu diketahui, apresiasi tersebut bukanlah yang pertama diberikan KLHK atas kinerja NTB.
Sebelumnya, pada tahun 2022, Provinsi NTB menjadi provinsi terbaik dalam Indeks Respon Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) yang diserahkan oleh Menteri LHK, Prof. Siti Nurbaya, di Yogyakarta.
Adapun aspek yang dinilai terkait apresiasi tersebut, meliputi kinerja IKLH dan leadership kepala dinas. Leadership kepala dinas dilihat dari dua hal, yakni kemapuan kolaborasi dan inovasinya dalam memimpin Dinas LHK Provinsi.
Baca Juga : Banjir Landa Kabupaten Dompu, 1.242 Kepala Keluarga Terdampak
Sementara khusus untuk IKLH, KLHK selalu merilis hasil IKHL seluruh provinsi di Indonesia setiap tahun.
Di mana ada 4 parameter yang menjadi penilaiannya, yakni Indeks Kualitas Air (IKA), Indeks Kualitas Air Laut (IKAL), Indeks Kualitas Udara (IKU), dan Indeks Kualitas Tutupan Lahan (IKTL). Bahkan di tahun 2023 ini ditambah lagi aspek penilaiannya, yakni Indeks Respon IKLH.
Kepala Dinas LHK Provinsi NTB, Julmansyah mengatakan, mengacu pada aspek penilaian tersebut, hal wajar ketika Provinsi NTB mendapat apresiasi tersebut. Pasalnya, realisasi IKLH NTB 2023 dapat dilihat dari target KLHK, yakni 65,45.
“Sementara target RPJMD NTB 68,46 dan realisasinya adalah 71,07. Ini melampaui semua target,” kata Julmansyah, Rabu, 5 Desember 2023.
Baca Juga : Perbandingan Daya Beli Masyarakat 10 Kabupaten/Kota di NTB, Kabupaten Bima Terendah
Julmansyah menjelaskan, jika pun dirinci per parameter, hanya parameter Tutupan Lahan yang belum tercapai.
Di mana target Tutupan Lahan di NTB oleh KLHK 69,83 kemudian target RPJMD NTB 69,70 dan realisasinya 64,64.
Mengenai itu, lanjut Julmansyah, menjadi pekerjaaan berat semua pihak dalam mengendalikan laju perambahan hutan atau mengendalikan laju lahan kritis baik dalam kawasan hutan maupun luar kawasan hutan.
“Penyebabnya salah satunya adalah akibat kebijakan sektoral monokultur jagung yang ekspansi di kawasan hutan, membuat nilai IKTL NTB menjadi belum tercapai,” jelasnya.
Baca Juga : Banjir Landa Kabupaten Dompu, 1.242 Kepala Keluarga Terdampak
Hal itu juga didukung data hasil riset BRIN dan Islamic Relief Tahun 2022 menunjukkan, di Kota Bima, Kabupaten Bima, dan Kabupaten Dompu, luasan monokultur Jagung seluas 202.000 hektare.
“Dari luasan tersebut, sebanyak 117.000 hektare berada di lahan yang tidak layak ditanami jagung akibat kelas kelerengan dan seluas 58.000 monokultur jagung tersebut berada di kawasan hutan,” ungkapnya.
Sementara itu, berdasarkan data BPDAS Dodokan Moyosari 2023, luas total lahan kritis di NTB sebanyak 490.015 hektare.
Luasan tersebut terdiri dari 192.000 hektare lahan kritis dalam kawasan hutan dan 297.000 hektare lahan kritis di luar kawasan hutan.
“Inilah salah hal penting yang terkait parameter indeks kualitas tutupan lahan NTB yang belum sesuai target,” bebernya.
Julmansyah mengakui, sebelum ia mendapatkan apresiasi tersebut, dia telah melalui beberapa tahapan. Termasuk melakukan presentasi dihadapan para dewan juri.
Baca Juga : Perbandingan Daya Beli Masyarakat 10 Kabupaten/Kota di NTB, Kabupaten Bima Terendah
Adapun dewan juri penilaian ini adalah figur-figur yang memiliki kompetensi, expertaise dan pengalaman terkait isu lingkungan hidup.
Mereka adalah Kepala Badan Standarisasi Instrumen KLHK, Ary Sudijanto sebagai Ketua. Sementara anggotanya, Dubes RI di PBB 2004-2007, Prof. Makarim Wibisono; Kepala Badan Kerja Sama Pusat Studi Lingkungan se-Indonesia, Prof. Anwar Daud; Kepala PPLH IPB, Dr. Yudi Setiawan; Dirjen PPKL 2014-2021, Karliansyah; Tenaga Ahli Utama KSP, Trijoko Solehudin; dan Jurnalis dan Duta Lingkungan, Valerina Daniel.
Julmansyah menceritakan, proses penilaian presentasi oleh dewan juri berlangsung selama 1,5 jam.
Salah satu poin penting dan menarik dari kinerja pengelolaan DLHK NTB oleh para dewan juri adalah, terkait kapasitas fiskal NTB yang rendah, tetapi NTB mampu merespon isu lingkungan dengan berbagai bentuk kolaborasi dan inovasinya.
“Dalam penilaian para juri inovasi dan kolaborasi DLHK NTB yang menarik dan berbeda dengan daerah lain dalam merespon 4 parameter IKLH tersebut,” imbuhnya.
Penilaian tersebut juga termasuk hasil kerja 5 tahun terakhir. Di mana tumbuhnya hilirisasi persampahan melalui beroperasinya Pabrik Bata Plastik Block Solution, Pabrik RDF/SRF di TPAR Kebon Kongok, Pabrik Incinerator Limbah B3 Fasyankes di Sekotong.
Baca Juga : Banjir Landa Kabupaten Dompu, 1.242 Kepala Keluarga Terdampak
Selanjutnya, TPST Lingsar untuk pengolahan sampah organik sisa makanan, Laboratorium Lingkungan DLHK yang telah terakreditasi dan menjadi laboratorium lingkungan pertama di Nusa Tenggara yang telah terintegistrasi oleh KLHK dan sejumlah inovasi lainnya.
Bahkan kebijakan KDN (Kompensasi Dampak Negatif) yang diberikan kepada Desa-desa Lingkar TPA sejak 2019-2023 ini, dianggap sebagai satu terobosan menarik oleh dewan juri dan belum ditemukan di daerah lain.
Termasuk aspek partisipasi komunitas dan mendorong tumbuhnya bank sampah menjadi hal menarik dari NTB.
Selama 2019-2023 upaya clean up oleh berbagai komunitas tersebar di 396 titik dengan melibatkan 27.712 peserta terlibat dengan 639.911 kilogram sampah yang terkumpul sebagai bentuk inisiatif masyarakat.
“Demikian juga sosialisasi persampahan sejak 2019-2023 di 10 kabupaten dan kota di NTB tersebar di 254 titik dengan 13.263 peserta jadi penilaian,” ungkapnya.
Baca Juga : Perbandingan Daya Beli Masyarakat 10 Kabupaten/Kota di NTB, Kabupaten Bima Terendah
Hal ini semua terkonfirmasi dengan Neraca Pengelolaan Sampah NTB. Di mana neraca pengelolaan sampah NTB di tahun 2018 pada angka 20,06 persen menjadi 64,25 persen tahun 2023.
Data ini juga menunjukkan, meningkatnya angka partisipasi masyarakat dan para pihak, di mana angka pengurangan sampah meningkat dari 1,85 persen di tahun 2018 menjadi 15,67 persen tahun 2023.
Baca Juga : Banjir Landa Kabupaten Dompu, 1.242 Kepala Keluarga Terdampak
Angka neraca pengelolaan sampah 64,25 persen ini, sama halnya sekitar 1.740 ton per hari atau 635.316 ton per tahun sampah yang terkelola.
Artinya, masih ada 35,75 persen sampah di NTB yang belum terkelola. Tentu ini menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bersama untuk menjadi NTB bersih. Apalagi Lombok menjadi destinasi super prioritas pariwisata nasional.
“Ini bukanlah hasil kerja-kerja individual akan tetapi ini hasil kerja bersama, kolaborasi dan merupakan akumulasi dari hasil kerja 5 tahun terakhir di bawa kepemimpinan Zul-Rohmi,” tandasnya.
“Tugas kepala dinas hanya melanjutkan dan mengawal pondasi kerja-kerja lingkungan hidup selama ini telah diletakkan dengan baik,” tutupnya. (MYM)
Baca Juga : Perbandingan Daya Beli Masyarakat 10 Kabupaten/Kota di NTB, Kabupaten Bima Terendah