Menjawab itu, Amiruddin mengatakan, jika mengikuti norma hukum, menurutnya tidak boleh. Karena hal itu sudah menyangkut persoalan kompetensi. Ada penyimpangan yang terjadi, ada pelanggaran etika pengadaan.
“Harusnya, itu (lelang) dibatalkan oleh pejabat pengadaan,” timpal Guru Besar Fakultas Hukum Unram ini.
Fadhli juga bertanya terkait pengadaan barang yang datang bersamaan, namun memiliki fungsi berbeda.
Menjawab itu, Amiruddin mengatakan, hal tersebut seharusnya menjadi bahan adenddum para pihak yang berkontrak. Agar tidak nampak penyimpangan dalam perjanjian.
Berita Terkini:
- Lima Siswa SD di Lombok Tengah Diduga Keracunan MBG
- Sesalkan Pernyataan Prof. Asikin, Maman: Audit Investigasi Dulu, Jangan Langsung Bicara Pansel
- Dibantai 6-0 di Liga 4 Nasional, Persidom Dompu Diolok-olok Netizen
- Dukung Interpelasi DAK, Demokrat–PPR Lawan Arus di DPRD NTB
“Jadi, harus ada adenddum antara pihak yang berkontrak,” ujarnya.
Sementara perihal denda keterlambatan, ahli melihat hal tersebut bisa berlaku apabila pihak pemilik proyek merasa rugi dengan adanya keterlambatan tersebut.
Diketahui, terdakwa Sri Suzana dalam kasus ini berperan sebagai Kadisperindag Dompu. Dia juga merangkap menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
JPU mendakwanya turut bertanggung jawab munculnya kerugian negara Rp398 juta. (KHN)