Namun yang menjadi persoalan di lapangan, kata Gani, para petani langsung menjual gabah kepada pengepul. Kemudian oleh pengepul, gabah dari NTB dikirim ke luar daerah.
“Mereka (petani) butuh cash money, jadi siapa yang ada uangnya itu mereka berikan dengan harga yang memang tidak terlalu banyak tawar menawar,” ujarnya.
Dampak dari itu, pemain lokal kesulitan mendapatkan gabah di petani, dan ini yang perlu diatensi oleh instansi terkait, yakni Dinas Ketahanan Pangan untuk mencermati kondisi ini.
“Boleh saja gabah kita dibawa keluar daerah, tetapi penuhi dulu kebutuhan lokal. Amankan kebutuhan lokal baru selebihnya diatur distribusinya keluar daerah,” tandasnya.
Berita Terkini:
- Kapal Rute Poto Tano – Pelabuhan Kayangan Kandas, Seluruh Penumpang Selamat
- UMP NTB Naik Jadi Rp2,6 Juta, Pj Gubernur Beraharap tak Ada PHK
- Pj Gubernur NTB Panggil Kadis Dikbud, Sebut Kabid SMK Berpotensi Dicopot
- Kabid SMK Dikbud NTB Ancam Kontraktor Sebelum Diduga Terima Pungli Rp50 Juta
Menurutnya, tidak mungkin Pemprov NTB menahan beras di dalam daerah. Sebagai daerah penyangga pangan nasional, NTB juga menyuplai kebutuhan beras untuk provinsi lainnya di Indonesia. Tetapi ia menekankan agar yang dikirim keluar daerah dalam bentuk beras, bukan gabah. Sehingga ada nilai tambahnya di NTB.
“Tidak mungkin ada wilayah yang sangat-sangat membutuhkan beras lalu kita menahannya, mari kita berbagi. Karena NTB merupakan salah satu provinsi yang memang diharapkan dalam penyangga pangan nasional,” tegasnya.
Terpisah, Kepala Dinas Perdagangan, Baiq Nelly Yuniarti mengatakan, untuk harga beras sekarang, jenis medium mencapai Rp10.900 per kilogram dari sebelumnya Rp9.000. Ada kenaikan harga dengan interval Rp500 – Rp700 per kilogram. Sedangkan jenis premium mencapai Rp14.900 per kilogram.
“Jadi belum bisa saya bilang saya katakan mahal karena yang anda petik adalah premium. Kalau premium itu orang yang mampu yang beli silahkan, tapi kita menjaga yang medium untuk masyarakat kita menengah ke bawah ini,” jelasnya. (MYM)