PBHM NTB menekankan bahwa upaya untuk menuntaskan permasalahan perkawinan anak ini bukan hanya dibebankan pada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Akan tetapi upaya tersebut membutuhkan peran dari semua pihak yang terkait, terutama Dinas Pendidikan.
“Sepatutnya kita malu jika kita mengaku Daerah Gemilang, Daerah Layak Anak, Daerah Ramah Perempuan atau lainnya, kalau untuk menuntaskan masalah perkawinan anak ini kita tidak gerak bersama untuk setop atau setidaknya menekan secara signifikan. Terutama Pemerintah Daerah jangan hanya bebankan masalah perkawinan anak ini ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak saja. Apalagi yang kita tahu ini dinas ini anggaran belanjanya sangat kecil. Sepatutnya Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan juga turut bertanggung jawab” tegasnya.
PBHM NTB sering berkoordinasi dengan pihak kepolisian terkait dengan kasus perkawinan anak agar bisa diberikan atensi secara hukum.
“Pada UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) di Pasal 10, tegas menyebutkan ancaman Penjara paling lama 9 Tahun dan atau Denda paling banyak 200 juta,” imbuhnya.
Maka dari itu, PBHM NTB berharap besar dengan laporan ini dapat diproses secara maksimal, sehingga bisa memberikan efek jera bagi para pelaku dan pihak yang terlibat. (WIL)
Baca Juga:
- Sosok Rachmat Hidayat Bagi TGH Najamuddin : Jadi Target Rezim Orde Baru, “Pasang Badan” untuk Megawati
- Brida NTB Gencarkan Standarisasi dan Sertifikasi Mesin Buatan NTB
- Kompetisi Ketat, Pelaksanaan Pemilu Harus Tetap Guyub dan Terjaga
- Wagub NTB : Perbaiki Lingkungan Tidak Semudah Membalik Telapak Tangan