Mataram (NTB Satu) – Kasus perundungan di lingkungan sekolah kembali marak terjadi dalam beberapa pekan belakangan. Bahkan, menjadi perbincangan di masyarakat hingga menjadi sorotan berbagai pihak termasuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Berdasarkan data dari Asesmen Nasional 2022 lalu, sebanyak 36,31 peserta didik (1 dari 3) berpotensi mengalami perundungan. Kemudian, sebanyak 34,51% peserta didik (1 dari 3) berpotensi mengalami kekerasan seksual dan 26,9% peserta didik (1 dari 4) berpotensi mengalami hukuman fisik.
Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) tahun 2021 juga menunjukkan, bahwa 20% anak laki-laki dan 25,4% anak perempuan usia 14-17 tahun mengaku pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih dalam 12 bulan terakhir.
“Data yang kita dapatkan dan validasi dengan organisasi-organisasi seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan lainnya, ini datanya menyeramkan,” ungkap, Mendikbudristek, Nadiem Makarim dalam siaran langsung Merdeka Belajar Episode ke-25 Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan melalui YouTube Kemendikbud RI, Selasa, 8 Agustus 2023.
Korban kekerasan yang tidak hanya siswa namun bisa juga guru dan pihak lainnya, mendorong pihaknya untuk mengubah aturan tentang penanganan kekerasan di sekolah.
Baca Juga :
- Sampai Juli 2023, FSGI Ungkap 16 Kasus Perundungan, Satu Kasus Menyebabkan Siswa Terbunuh
- FSGI Minta Seluruh Sekolah Bentuk Satgas Cegah Perundungan Sesuai Aturan Kemendikbudristek
- Cegah Kasus Perundungan Siswa, Disdik Minta Peran Guru BK Lebih Optimal
- Lima Kasus Dugaan Perundungan Terjadi dalam Tujuh Bulan di NTB