Polisi Libatkan Kemendagri Usut Dugaan Penyalahgunaan Jabatan Gubernur NTB
Mataram (NTBSatu) – Proses hukum dugaan penyalahgunaan wewenang Gubernur NTB terus berjalan di kepolisian. Terbaru, penyelidik mengagendakan memeriksa Kemendagri.
Dir Reskrimsus Polda NTB, Kombes Pol FX. Endriadi mengatakan, agenda permintaan keterangan Kemendagri tersebut menyusul kasus ini melibatkan Pemprov NTB.
“Iya karena produk pemerintah provinsi, rencana tim penyelidik akan meminta pendapat dari Kementrian. Polda NTB usut kasus ini tentang dugaan penyalahgunaan wewenang gubernur karena menerbitkan Pergub,” ucapnya pada Minggu, 26 Oktober 2025.
Selain itu, tim Dit Reskrimsus Polda NTB juga bakal mengundang dan mendengarkan pendapat berbagai ahli. Termasuk ahli pidana. Tujuannya, memastikan tindakan Gubernur NTB terkait penerbitan Pergub Nomor 2 dan 6 menyalahi aturan atau tidak.
“Di antaranya ahli pidana,” katanya.
FX Endriadi juga mengakui pihaknya sudah memeriksa pelapor Najamuddin yang juga mantan anggota DPRD NTB. “Iya, kemarin tambahan klarifikasi pelapor atau pengadu,” ujarnya.
Sebelumnya kepolisian juga melakukan koordinasi terhadap berbagai kantor dan instansi. Mereka pun turut mendalami 12 dokumen.
Selain memeriksa berkas, pihak Dit Reskrimsus Polda NTB juga mengundang dan memintai klarifikasi para saksi. Sebagian dari mereka berasal dari kalangan Pejabat Pemprov NTB di bawah kepemimpinan Lalu Muhamad Iqbal dan Indah Dhamayanti Putri.
Polisi menangani dugaan penyalahgunaan wewenang dan gratifikasi setelah menerima aduan Najamuddin. Hal itu tertuang dalam surat tanda bukti laporan pengaduan nomor: TBLP/307/VII/2025/Dit Reskrimsus Polda NTB.
Serahkan Sejumlah Bukti
Najamuddin sebelumnya mengaku telah menyerahkan sejumlah bukti kepada Polda NTB. Ia menilai, Lalu Muhamad Iqbal dan anak buahnya Nursalim berperan terhadap pengambilan uang Pokir 39 orang tersebut.
Ia juga menyoroti Pergub nomor 2 dan 6 tahun 2025. Peraturan yang menjadi dasar pemerintah daerah mengeksekusi uang Pokir hingga mencapai puluhan miliar.
Padahal, Pemprov NTB seharusnya melewati PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang peraturan pemerintah tentang pengelolaan keuangan daerah. Kemudian, Permendagri Nomor 77 Tahun 2020, tentang pedoman teknis pengelolaan keuangan daerah.
Dengan begitu, Najamuddin beranggapan bahwa langkah pemotongan Pokir tahun 2025 ini sudah memenuhi unsur perbuatan melawan hukum (PMH). Karena peraturan Pergub tersebut tidak memiliki satu payung hukum di atasnya.
Ia juga menyinggung keterkaitan Nursalim selaku Kepala BPKAD NTB. Posisinya yang mengelola keuangan daerah beririsan dengan persoalan Pokir tersebut.
“Jadi, di eksekutif tidak bicara personal. Beda dengan di legislatif. Gubernur terhubung dengan BPKAD. Antara atasan dan bawahan,” jelasnya.
Semakin kuat dugaan itu lebih-lebih Nursalim sudah memberikan keterangan di hadapan kejaksaan.
Dalih pemotongan pokir merupakan penerapan kebijakan efisiensi anggaran sesuai instruksi presiden (inpres) Nomor 1 Tahun 2025.
Namun Najamuddin merasa ada yang janggal. Sebab menurutnya kebijakan efisiensi anggaran ini tidak menyentuh program pokir. Melainkan hanya anggaran untuk perjalanan dinas, sewa-menyewa, dan kegiatan seremonial lainnya. (*)



