Lima Kasus Dugaan Perundungan Terjadi dalam Tujuh Bulan di NTB

Mataram (NTB Satu) – Kasus dugaan perundungan tentu membuat miris kondisi pendidikan. Sebab, sekolah yang bertujuan sebagai tempat mendapat pendidikan ternyata belum dapat memberikan rasa aman.
Hal tersebut berdampak pada proses pendidikan yang terjadi di sekolah. Sehingga kegiatan belajar mengajar yang dilakukan tidak berjalan lancar.
Di NTB, selama tujuh bulan saja, telah ada lima kasus perundungan yang terjadi. Lima kasus ini merupakan kasus yang cukup menyita perhatian masyarakat.
Jika dirincikan, sejak awal 2023 telah ada dua kasus perundungan yang terjadi. Dua kasus ini terjadi di jenjang SMA/SMK sederajat di Lombok Tengah. Lalu, untuk tiga kasus lainnya terjadi di Kabupaten Sumbawa Barat dan Lombok Timur.
Lihat juga:
- Misinformasi! Tambang Ilegal Dekat Mandalika Berlokasi di Sekotong
- Rp16 Miliar APBD NTB 2025 Berpotensi Jadi Silpa
- Kemendagri Minta Pemprov NTB Lakukan Penyesuaian Belanja Perjalanan Dinas-ATK di APBD Perubahan
- Bupati Jarot Apresiasi Raihan 21 Medali Atlet Taekwondo Sumbawa: Ini Baru Prestasi Sesungguhnya
- Pemprov NTB Tidak Satu Suara soal 12 Paket Proyek Terancam Batal Dikerjakan
Berikut ulasan lima kasus dugaan perundungan di NTB dalam tujuh bulan belakangan:
- Kasus Dugaan Perundungan di SMAN 1 Praya Tengah, Lombok Tengah
Kejadian ini belum lama terjadi, tepatnya pada akhir Mei 2023 lalu. Dilansir dari kompas.com, awalnya pada saat kegiatan literasi sekolah, Jumat, 19 Mei 2023, kepala sekolah meminta para siswanya untuk membaca hasil bacaannya.
Lalu, salah seorang siswa turut maju membacakan hasil bacaannya. Setelah membacakan hasil bacaannya, sang siswa ditanyakan perkalian. Namun, siswa tersebut tidak bisa hafal perkalian enam.
Alhasil, kepala sekolah melontarkan perkataan bodoh kepada siswa itu. Akibatnya, sang siswa merasa sangat malu.
Adanya kejadian tersebut, membuat para siswa lainnya melakukan aksi demonstrasi pada Kamis, 25 Mei 2023. Aksi tersebut pun viral di media sosial. Dalam aksinya, para siswa menuntut kepala sekolah untuk mundur karena melakukan perundungan kepada salah satu siswa saat kegiatan literasi.