Hukrim

Kejari Mataram Belum Bisa Pastikan Waktu Eksekusi Siti Zubaedah

Mataram (NTB Satu) – Eksekusi terhadap Siti Zubaedah dan enam pedagang kaki lima (PKL) di Lombok Barat belum dilakukan.

Kasi Intel Kejari Mataram, Ida Bagus Putu Widyana mengatakan, terkait eksekusi terhadap wanita hamil bersama sejumlah rekannya belum dipastikan.

“Waktunya belum pasti kapan,” ujarnya kepada NTBSatu melalui WhatsApp, Selasa, 23 Mei 2023.

Hal tersebut belum dilakukan, sambungnya, karena pihaknya akan melihat situasi Siti Zubaedah beserta keenam PKL lainnya terlebih dahulu.

“Kita lihat dulu di lapangan. Putusan resminya juga belum kami terima,” jelas Putu Widyana.

Sebelumnya, Siti Zubaedah melalui penasihat hukumnya, Rusdi, SH., sudah melayangkan surat permohonan penundaan eksekusi.

Penundaan itu dilakukan karena alasan kemanusiaan. Pasalnya, saat ini Siti Zubaedah dalam kondisi hamil.

Alasan lain, ketujuh PKL juga tersebut harus tetap bekerja dan berjualan. Sebab, hanya itu yang bisa dilakukan Siti Zubaedah dan teman-temannya untuk bertahan hidup.

“Jadi mereka harus jualan untuk menafkahi keluarganya. Kalau mereka dieksekusi, bagaimana nasib keluarganya,” tutur Rusdi.

Sebagai informasi, Siti Zubaedah bersama enam PKL lainnya divonis bersalah dalam kasus penyerobotan lahan. Pengadilan Negeri Mataram memvonis wanita asal Dusun Batu Bolong, Desa Batulayar Barat itu bersama enam PKL lainnya. Yakni, Adhat, Yulce Y Senduk, Samsul Hadi, Sopian Dani, Dani, dan Lalu. Muh. Zainudin.

Rencananya, ketujuh orang itu akan ditahan pada 13 Mei 2023 mendatang. Penahanan mereka berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Mataram nomor 5/Pid.C/2023/PN Mtr tanggal 16 Maret 2023.

Penelusuran NTBSatu di laman resmi Pengadilan Negeri Mataram, sipp.pn-mataram.go.id, Siti Zubaedah bersama sejumlah rekannya mendirikan lapak di Dusun Duduk, Desa Batu Layar Barat, Kecamatan Batu Layar, Kabupaten Lombok Barat.

Lapak itu didirikan sekitar bulan Juni 2019 lalu, di lahan milik Lalu Heri Prihatin dan tertuang dalam surat hak milik (SHM) Nomor 2659. Mereka dianggap menggunakan tanah tanpa izin yang dari pemilik sah.

Oleh Karena itu, pemilik lahan merasa keberatan dan tidak bisa mengusai fisik tanah miliknya. Selanjutnya, Lalu Heri melaporkan kejadian tersebut kepada aparat penegak hukum, kemudian memprosesnya hingga ke ranah pengadilan.

Hasilnya, tujuh PKL itu terbukti bersalah melakukan tindak pidana memakai tanah tanpa izin pemilik. Serta, menjatuhkan pidana kepada para terdakwa dengan pidana kurungan masing-masing selama 14 hari.

Selain itu, ketujuhnya juga dibebankan biaya perkara kepada para terdakwa masing-masing sebesar Rp. 2.500.

Ketujuh PKL tersebut juga sempat mengajukan banding pada 24 Maret lalu. Namun, majelis hakim yang saat itu dipimpin Djoko Soetatmo, SH., menolak proses hukum terhadap ibu tiga anak itu terus berlanjut. (JEF/KHN)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button