Mataram (NTB Satu) – Polemik antara pedagang di Dusun Duduk Kecamatan Batu Layar, Lombok Barat dengan pengusaha di Mataram, dibawa ke Pemprov NTB.
Tujuh warga yang terancam dieksekusi penjara, mengadu ke Biro Hukum Setda Provinsi NTB, Rabu 10 Mei 2023 malam, dengan harapan mendapatkan keadilan.
“Karena keadilan itu tidak terbatas. Keadilan bisa dapat di mana saja, termasuk di Kantor rakyat ini,” tegas kuasa hukum warga, Dr. Ainudin, Rabu malam di Pendopo Kantor Gubernur NTB.
Sebelumnya, pengadilan memutuskan para Pedagang Kaki Lima (PKL) tersebut bersalah dan mendapatkan hukuman 14 hari penahanan dari tuntutan jaksa 3 bulan penjara.
Ainudin kemudian membawa para kliennya tersebut mengadu ke Pemprov NTB.
Ia merasa, para pedagang tersebut belum mendapatkan nilai-nilai keadilan sebagaimana mestinya dalam kasus ini. Padahal Siti Zaenab dkk. tidak ada niatan untuk melakukan tindak pidana kejahatan sebagaimana putusan pengadilan tersebut.
“Yang menjadi keberatan kami adalah mereka ini tidak mengetahui bahwa lahan ini milik orang lain. Karena, yang mereka ketahui, lahan ini milik Pemdes dan Pemdes pun mengakui itu,” lanjutnya.
Karena ada pengakuan dari pihak Pemdes, jadi alasan warga berani menggunakan lahan tersebut sebagai tempat berjualan.
Ainudin mengklaim, warga telah menempati lahan tersebut sejak tahun 2005. Namun, tiba tiba seorang pengusaha datang menunjukkan Sertifikat Hak Milik (SHM).
“Sudah lama para pedagang ini menempati tempat tersebut, dan sebelumnya sudah ada bangunan juga. Tapi, kok bisa ada pengusaha yang melakukan kriminalisasi terhadap persoalan ini?,” tanyanya.
Karena itu, selain meminta keadilan dan perlindungan dalam kasus tindak pidana ringan tersebut.
Semua pihak juga diminta menaruh perhatian pada kasus ini, sehingga ke tujuh warga tidak melakukan eksekusi.
Berdasarkan putusan pengadilan, rencana pemanggilan atau eksekusi para terduga ini pada 13 Mei 2023 nanti.
Menyikapi persoalan itu, Pemprov NTB, melalui Kepala Biro Hukum, Lalu Rudy Gunawan, akan melakukan upaya pelacakan terlebih dulu terkait status lahan tersebut. Apakah masuk dalam kawasan sempadan pantai atau tidak.
“Karena jika masuk dalam kawasan sempadan pantai. Lahan tersebut tidak boleh menjadi hak milik pribadi, karena itu berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 51 tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai,” tuturnya.
Ia juga mengatakan, akan mengawal kasus ini tanpa melanggar prosedur hukum yang ada.
“Kami akan mencoba meminta PK pada pihak pengadilan, supaya nantinya ada keringanan dengan penundaan eksekusi. Tapi, sepenuhnya kita kembalikan pada pengadilan,” tutupnya. (MYM)
Lihat juga:
- MDMC Gelar Program “Karang Tangguh” di NTB, Upaya Tekan Risiko Dampak Bencana
- Debat Baru Mulai, Calon Wali Kota Bima Nomor Urut 3 Tinggalkan Podium
- Senator Evi Apita Maya Tegaskan Dukung Zul-Uhel di Pilgub NTB 2024
- SMKPP Negeri Bima akan Teruskan Pertanian Berkelanjutan
- Bahlil Umumkan Kepengurusan DPP Partai Golkar, Berikut Daftarnya
- Pjs Bupati Sumbawa Pimpin Rapat Peringati Hari Pahlawan, Berikut Rangkaian Acaranya