Mataram (NTB Satu) – Program Zero Waste yang dicanangkan oleh pemerintah Provinsi NTB nampaknya belum diindahkan oleh sebagian pengunjung wisata dan pengelola wisata. Pasalnya sampah destinasi wisata masih menjadi persoalan di sebagian tempat Wisata, salah satunya pantai Gading dan Loang Balok.
Pihak pengelola wisata sudah menyediakan tempat pembuangan sampah di beberapa tempat. Namun, kesadaran dari masyarakat yang berkunjung masih menjadi persoalan.
“Kita sudah menyediakan tempat sampah, dan juga himbauan. Namun, masyarakat kurang menyadari itu. Mereka setelah selesai kegiatan langsung meninggalkan begitu saja sisa-sisa makanannya,” ujar Aris salah satu pengelola wisata Loang Balok.
Peningkatan pengunjung pasca lebaran juga menjadi salah satu penyebab volume sampah destinasi wisata dibeberapa titik mengalami kenaikan.
Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB, Firmansyah mengatakan, masalah pengelolaan sampah merupakan permasalahan yang mainstream.
“Masalah pengelolaan sampah ini mainstream dia. Sekarang bicara soal apapun, misalnya pelaksanaan event dan sebagainya, selalu kita buat mainstreamnya adalah selalu ada pengelolaan sampah di dalamnya,” sebut Firman kepada NTB Satu, Rabu, 26 April 2023.
Ia melanjutkan, sebagai upaya menekan angka sampah destinasi wisata tersebut pihak DLHK memulainya dengan Desa Wisata pada tahun 2021 lalu, sebagai upaya dalam membangun kesadaran masyarakat dan pengelola wisata terkait pengelolaan sampah.
“Kita memang tidak mungkin untuk mengawasi kesulurahan destinasi, makanya kita bangun kesadaran dari masyarakat dan juga pengelola destinasinya, dan itu kita mulai dari 20 desa wisata 2021 lalu,” ucapnya.
Bicara masalah menumbuhkan kesadaran merupakan suatu hal yang begitu rumit. Karena, itu tergantung pada pribadi masing-masing. Hal itu juga dirasakan oleh pihak DLHK yang sudah berupaya memberikan edukasi kepada pelaku wisata dan juga pengelola wisata terkait pengelolaan sampah. Namun, hal itu masih belum diindahkan.
“Paling banyak yang kita lakukan adalah mengedukasi kepada masyarakat dan juga pengelola wisatanya. Seperti contoh di Sembalun, kita dorong pada program Sembalun daun, di Mandalika kegiatan pengelolaan sampah event, dan lain sebagainya,” lanjut Firman.
Sebagai proses penyadaran tersebut, DLHK menggunakan skema NGO yaitu training of trainer. Artinya yang ditrainer akan diberikan edukasi.
“Sudah sekitar 12.000 orang yang kita trainer secara face to face. Kita memberikan edukasi kepada mereka (masyarakat atau kelompok masyarakat),” ucapnya.
Terkait dengan jumlah volume sampah destinasi wisata, dari DLHK sendiri belum melakukan pencatatan terkait dengan jumlahnya. Namun, secara umum berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) data tersebut meningkat sebesar 20 persen selama bulan Ramadan.
“Karenakan yang melakukan pencatatan itu di teman-teman TPA. Dia menerima pengangkutan sampah dari masing-masing Kota dan Kabupaten. Namun angka itu yang selalu kami jadikan patokan (proyeksi),” tandas Firman.
Ia juga menekankan, bahwa wisata itu bukan hanya tentang infrastruktur tapi juga tentang soft struktur seperti edukasi kepada masyarakat, edukasi pengelolaan destinasi bahwa sampah itu memang harus ditangani secara bersama.
“Kami akan terus berupaya untuk meminimalisir kejadian tersebut. Kami akan mencoba bekerja sama dengan pihak Dinas Pariwisata,” tutupnya. (MYM)
Lihat juga:
- Banjir Bandang Terjang Pulau Sumbawa, Nestapa di Ujung Tahun 2024
- Penetapan NTB sebagai Tuan Rumah PON 2028 Masih Tunggu SK Kemenpora
- Kabid SMK Terjaring OTT Seret Nama Kadis Dikbud NTB
- Siswi SMAN 1 Mataram Bawa Tim Hockey Indonesia Juara Asia
- Banjir di Pulau Sumbawa, 4.850 KK Terdampak dan 316 Ekor Hewan Ternak Hanyut
- Oknum Pimpinan Ponpes di Lombok Barat Diduga Bersekongkol Setubuhi Santriwati Bersama Anaknya