Kota Mataram

Pengamat : Putusan PN Jakarta Pusat Tidak Sah dan Berpotensi Ancam Demokrasi

Mataram (NTB Satu) – Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram Dr. Agus memadang putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) yang memerintahkan KPU menunda Pemilu 2024 sebagai putusan yang tak tepat dan tidak konstitusional.

Dalam penjelasannya, Agus mengatakan bahwa terkait dengan pelaksanaan tahapan Pemilu Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945 sudah tegas menyebutkan bahwa Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

Agus juga menjelaskan mengenai putusan PN Jakarta Pusat tentang penundaan Pemilu sangat melanggar konstitusi, sebab terdapat kata lima tahun sekali di dalam konstitusi yang merupakan skema tahapan pelaksanaan Pemilu di Indonesia. Dengan demikian tidak ada alasan konstitusional terhadap penundaan pelaksaan Pemilu 2024.

Lebih lanjut Agus menyayangkan putusan dari PN Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima). Dalam amar putusan hakim, KPU sebagai pihak tergugat diminta menunda tahapan Pemilu 2024 dalam tempo 2 tahun 4 bulan dan 7 hari, atau hingga Juli 2025.

“Merujuk ketentuan tersebut, saya berpandangan dari prespektif tata kelola pemerintahan, putusan PN Jakarta Pusat itu sungguh merupakan putusan ngawur dan tidak konstitusional,” jelas mantan Komisioner KPU NTB itu.

Ia juga mengatakan bahwa PN Jakarta Pusat tidak memiliki yurisdiksi untuk memutuskan tentang penundaan Pemilu. Karena tidak berwenang dalam memutuskan penundaan Pemilu maka keputusannya menjadi tidak sah.

Dengan kondisi yang seperti itu Agus melihat KPU RI akan melakukan langkah hukum dengan melakukan banding. Sebab jika tidak dilakukan langkah tersebut akan dapat mengganggu jalannya tahapan Pemilu dan juga membuat peserta pemilu, pemilih, dan publik umumnya tidak nyaman.

“Maka dari itu, agar pelaksanaan tahapan Pemilu tidak terganggu dan memberi rasa nyaman kepada peserta pemilu, pemilih, dan publik umumnya, sebaiknya KPU melakukan langkah hukum selanjutnya yaitu Banding,” Jelas Agus

Lebih lanjut Agus menjelaskan tentang proses pelaksanaan Pemilu. Bahwa dalam tata kelola Pemilu yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tidak mengenal konsep penundaan Pemilu. Sebab yang dikenal hanya perhitungan suara ulang dan pemungutan suara.

“Yang dikenal hanya penghitungan suara ulang dan pemungutan suara. Memang ada juga pengaturan penundaan pemungutan suara di daerah pemilihan tertentu hanya apabila terjadi bencana dan kerusuhan yang menyebabkan situasi chaos, bukan karena sebab administrasi pemilu,” papar Agus.

Berkaitan dengan putusan hakim PN Jakarta Pusat itu Agus mengatakan bahwa publik harus melaporkan kasus putusan hakim PN Jakarta Pusat itu kepada Komisi Yudisial (KY),

Sebab ditakutkan ada pihak-pihak yang memperalat lembaga peradilan untuk dimanfaatkan dalam skenario penundaan Pemilu. Karena menurutnya jika hal tersebut terjadi maka kehidupan demokrasi di negara Indonesia akan teracam tidak berjalan dengan semestinya.

“Jangan sampai ada pendomplengan skenario penundaan Pemilu melalui lembaga peradilan yang seharusnya lembaga peradilan itu merdeka dan independen. Putusan PN Jakpus saya kira jika dibiarkan dapat merusak tatanan ketatanegaraan dan prosedur berdemokrasi kita”. (ADH)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button