Mataram (NTB Satu) – Pembangunan jembatan gantung di Desa Lembar Selatan, Kabupaten Lombok Barat berpotensi berselisih dengan PT Marine Service Enggineering (MSE). Selain itu, juga berpotensi merugikan otoritas pelabuhan Lembar, mengingat lokasi pembangunan jambatan itu masuk dalam Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan.
Hal itu dikemukakan Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTB, Dwi Sudarsono dalam rilisnya. Disampaikannya, PT MSE keberatan lantaran jembatan yang akan dibangun tersebut akan menghalangi jalur kapal.
“Pembangunan jembatan itu berpotensi mematikan usaha PT MSE yang telah mengantongi izin usaha di bidang perbaikan dan pembuatan kapal dari Pemda Lombok Barat,” ungkap Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTB, Dwi Sudarsono.
Pembangunan jembatan tersebut juga sudah diadukan kepada Ombudsman RI Perwakilan NTB oleh pihak PT MSE.
Selain itu, menurut Dwi Sudarsono, pembangunan jembatan yang merupakan proyek dari dana aspirasi DPR RI itu, juga berpotensi merugikan otoritas Pelabuhan Lembar. Lokasi pembangunan jembatan berlokasi di Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan.
“Sesuai ketentuan, pembangunan jembatan yang berada di Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan harus mendapat pertimbangan dari Dirjen Perhubungan Laut,” imbuhnya.
Namun hingga saat ini, sebut Dwi, Pemda Lombok Barat maupun BPJN NTB selaku pelaksana proyek jembatan, belum mengantongi surat pertimbangan dan atau persetujuan tersebut.
Informasi yang dihimpun Ombudsman RI Perwakilan NTB, BPJN NTB belum memiliki dokumen Upaya Pengelola Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL). Padahal, dokumen tersebut merupakan syarat yang harus dipenuhi sebelum pelaksana proyek membangun jembatan.
“Selain itu, BPJN NTB juga belum mengantongi izin mendirikan bangunan dari Pemerintah Kabupaten Lombok Barat,” tegasnya.
Untuk itu, menurut Ombudsman, Pemda Lombok Barat harus hati-hati dalam mengeluarkan izin mendirikan bangunan. Mengingat kasus tersebut berpotensi digugat ke Mahkamah Arbitrase Internasional.
“PT MSE dimungkinkan mengajukan gugatan kasus ini ke Mahkamah Arbitrase Internasional, sesuai Surat Persetujuan Penanaman Modal yang dikeluarkan Badan Koordinasi Penanaman Modal tanggal 2 April 2008,” ungkapnya.
Lebih jauh dijelaskannya, Surat Persetujuan Penanaman Modal itu menyatakan, apabila perselisihan antara perusahaan dan pemerintah tidak dapat diselesaikan melalui musyawarah, Pemerintah Indonesia bersedia mengikuti penyelesaian sesuai konvensi tentang penyelesaian perselisihan antara Negara dan Warga Negara Asing.
Mengenai penanaman modal sesuai UU Nomor 5 tahun 1968, juga disebutkan, apabila kalah di Mahkamah Arbitrase, Pemerintah akan menanggung kerugian yang besarnya diperkirakan bisa jauh melebihi nilai pembangunan jembatan gantung.
Tak hanya sampai di situ, Pemda Lombok Barat juga harus memperhatikan ketentuan SKB Menteri Dalam Negeri Nomor 139 dan Menteri Perhubungan Nomor KM 85 Tahun 1994 pada diktum 8 tentang izin mendirikan bangunan dalam Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan.
“Pembangunan jembatan itu, belum mendapatkan rekomendasi pertimbangan persetujuan dari Dirjen Perhubungan Laut atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana diatur dalam SKB Menteri,” pungkasnya. (MIL)