Mataram (NTB Satu) – Gempa beruntun yang terjadi di Lombok, Selasa 13 Desember 2022, dipastikan bersumber dari wilayah Pantai Timur Karangasem, Bali. Berdasarkan hasil analisis BMKG, gempa tektonik tersebut dipicu Sesar Naik Flores atau Flores back arc thrust.
Gempa ketiga yang dirasakan warga berkekuatan Magnitudo 4.6, terjadi pada Pukul 19.23 Wita. Terjadi dengan kedalaman 16 kilometer Timur Laut Karang Asem, Provinsi Bali.
Sementara gempa kedua dengan Magnitudo 5.2, terjadi Pukul 18.38 Wita. Sedangkan gempa pertama dengan Magnitudo 4.8, terjadi Pukul 17.56 Wita dengan jarak 20 kilometer Timur Laut Karang Asem, Bali pada kedalaman 10 kilometer.
Menurut BMKG Stasiun Geofisika Mataram, melalui analisis lokasi episenter dan kedalaman hiposenter, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat adanya aktivitas Sesar Naik Flores.
“Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempabumi memiliki mekanisme pergerakan naik atau thrust fault,” kata Kepala BMKG Stasiun Geofisika Mataram, Ardhianto Septhiadi.
Hingga pukul 19.30 Wita, hasil monitoring BMKG menunjukkan adanya 21 aktivitas gempabumi susulan atau aftershock dengan magnitudo terbesar 4,6.
Apa itu Flores back arc thrust?
Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono, sebelumnya pernah memaparkan, Patahan Naik Flores atau Sesar Naik Flores ini adalah struktur geologi yang terbentuk akibat penunjaman Lempeng Indo-Australia terhadap Lempeng Eurasia.
“Penunjaman lempeng oleh Lempeng Indo-Australia itu sudah berlangsung sejak lama, sejak ribuan bahkan jutaan tahun yang lalu. Lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah Busur Bali dan Nusa Tenggara (yang berada di Lempeng Eurasia). Nah terbentuklah respons tektonik yang ada di Lempeng Eurasia,” jelas Daryono dikutip dari kumparan.
Respons tektonik terhadap penunjaman lempeng ini adalah berupa Patahan Naik Flores yang jalurnya memanjang, mulai dari utara Bali sampai utara Flores.
“Sesar ini atau patahan ini terletak di dasar laut, mekanismenya naik, dan jalurnya sangat dekat dengan pesisir utara Bali, pesisir utara Lombok, Sumbawa, dan Flores,” ujar Daryono.
Dalam riwayat gempa yang terjadi di Lombok tahun 2018 lalu, sesar naik flores “bertanggungjawab” atas gempa dahsyat masing-masing berkekuatan 6,4 magnitudo pada 29 Juli pagi, selanjutnya 7,0 magnitudo pada 5 Agustus malam. Gempa menyebabkan ratusan ribu rumah rusak dan ratusan korban jiwa.
Sejak kejadian itu, Sesar Naik Flores memicu ratusan gempa susulan. Sesuai catatan BMKG, lima diantaranya gempa 5,9 magnitudo pada 9 Agustus malam, 6,3 magnitudo pada 19 Agustus siang, dan 6,9 magnitudo pada 19 Agustus malam. Dua lainnya adalah paling berdampak, 6,4 dan 7,0.
Dalam sejarah panjang, Patahan Naik Flores ini merupakan patahan yang aktif bergerak sejak dulu. Sejarah telah mencatat, sejak tahun 1800-an aktivitas pergerakan patahan ini pernah menimbulkan sejumlah gempa dahsyat yang mengguncang Pulau Bali, Lombok, Sumbawa, hingga Flores.
Pada 22 November 1815 gempa berkekuatan 7,0 magnitudo pernah memicu tsunami di Bali utara dan Lombok. Daerah yang mengalami dampak terparah saat itu adalah Buleleng, Bali. Korban meninggal akibat gempa tersebut mencapai 1.200 orang.
Lalu pada 28 November 1836 gempa berkekuatan 7,5 magnitudo mengguncang Bima. Dan pada 13 Mei 1857 gempa berkekuatan 7,0 magnitudo mengguncang Bali dan Lombok, dengan Bali menjadi daerah yang paling terdampak. (HAK)