Mataram (NTBSatu) – Kejadian gempabumi yang mengguncang Lombok pada 5 Agustus 2018 lalu, menyebabkan dampak korban jiwa dan kerusakan infrastruktur. Kerusakan masif ini tentunya mempengaruhi aspek penghidupan masyarakat, khususnya mata pencaharian dan perekonomian masyarakat.
Direktur Kesiapsiagaan BNPB Pangarso Suryotomo menegaskan bahwa fokus utama yang harus diprioritaskan saat ini adalah mengelola kapasitas dan ketahanan seluruh aspek masyarakat.
Peran seluruh pentaheliks menjadi penting dalam karena bencana penanggulangan bencana adalah urusan bersama.
Pada Talkshow Peran Lembaga Usaha dalam Pembelajaran Gempa Lombok, Pangarso menekankan bahwa dunia usaha memiliki peran penting dalam pendampingan masyarakat. Penanda hal ini, beragamnya program Corporate Social Responsibility yang sudah mulai menjangkau fase pra-bencana.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pencegahan BNPB Prasinta Dewi menyatakan bahwa besarnya dukungan dunia usaha untuk penanggulangan bencana.
Harus seiring dengan perencanaan dan inventaris sehingga distribusi bantuan atau dukungan yang diberikan dapat diterima masyarakat secara tepat guna.
“Kita mulai harus menginvetaris kekuatan kita, mulai dari sumber daya manusia, logistik dan peralatan serta mengidentifikasi kebutuhan masyarakat dengan tepat,” ujar Prasinta di Graha Bakti Praja, Kantor Gubernur Nusa Tenggara Barat, Minggu 27 April 2025.
“Hal ini harus mulai dengan perencanaan yang baik, karena mitigasi dan kesiapsiagaan ini merupakan investasi yang lebih terjangkau, banding dengan apa yang harus kita berikan ketika terjadi bencana,” tambahnya.
Edukasi kepada Masyarakat
Prasinta juga menggarisbawahi perlunya sinergitas program mitigasi dunia usaha dan penyusunan dokumen rencana kontijensi yang menjadi pegangan bersama dalam menghadapi potensi bencana di masa mendatang.
Kegiatan ini mengundang berbagai perwakilan dari dunia usaha yang aktif dalam membangun ketangguhan masyarakat pada fase pra, saat hingga pascabencana.
Antara lain United Tractors, ASTRA, Bank Danamon, PLN dan Pertamina di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Tidak hanya sebagai pemberi manfaat, namun dunia usaha juga menjadi salah satu sektor yang terdampak bencana.
Karena itu perlu pelatihan dan peningkatan kapasitas bagi setiap insan dalam lembaga usaha. Sehingga dunia usaha mampu memahami risiko bencana, menyusun rencana kesiapsiagaan, meminimalkan potensi kerugian.
Selain itu, memastikan kesinambungan operasional perusahaan saat dan setelah terjadi bencana.
Dengan adanya kapasitas yang baik, dunia usaha tidak hanya dapat melindungi aset dan karyawannya, tetapi juga berkontribusi dalam mempercepat proses pemulihan ekonomi dan sosial di wilayah terdampak.
Adapun kesimpulan pada pembahasan ini, antara lain membangun kemitraan yang kuat antara dunia usaha dengan komponen pentaheliks lainnya.
Meningkatkan kapasitas dunia usaha dalam edukasi kepada masyarakat maupun kesiapsiagaan internal, mendorong dunia usaha untuk terus membantu masyarakat dan berbasis pada kebutuhan lokal, serta melakukan pendampingan dan mendukung sektor-sektor lainnya pada setiap fase penanggulangan bencana. (*)