Bima (NTB Satu) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima siap menegakkan aturan cukai dan memberantas peredaran rokok ilegal. Selain sosialisasi, upaya lain memutus mata rantai peredaran rokok ilegal dengan melakukan operasi atau razia.
Bupati Bima melalui Kabag Prokopim Setda Kabupaten Bima, Suryadin S.S M.Si, mengatakan Pemkab Bima siap membantu dan bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai untuk mengurangi secara signifikan peredaran rokok ilegal di wilayah Kabupaten Bima.
“Pemkab Bima komitmen memberantas peredaran rokok ilegal bersama pihak Bea Cukai, seperti melakukan razia dan sosialisasi kepada masyarakat,” katanya.
Ia mengaku, jika rokok ilegal beredar secara massif, tentu akan berdampak berkurangnya pendapatan negara. Hal itu juga akan berimbas pada penurunan anggaran yang diberikan kepada pemerintah daerah dan pembangunan yang dilakukan juga akan terhambat.
“Jika peredaran rokok ilegal bisa ditekan secara maksimal. Maka pendapatan negara akan bisa lebih optimal untuk pendanaan sektor pembangunan,” katanya.
Suryadin menambahkan dana bagi hasil cukai tembakau (DBHCT) secara nasional dibagi untuk sejumlah sektor. Baik dalam upaya penegakan hukum kesehatan maupun pendidikan pada daerah-daerah penghasil tembakau termasuk di Provinsi NTB.
“DBHCT sangat penting bagi Pemkab Bima, karena bisa digunakan untuk pembangunan di bidang infrastruktur, bidang kesehatan, bidang ekonomi dan sosial,” katanya.
Kepala Sat Pol PP Kabupaten Bima, Suhardi SH MH, mengatakan razia peredaran rokok ilegal bersama Bea Cuka untuk tahun 2022 telah berakhir. Kata dia, razia serupa akan dilanjutkan pada tahun 2023 mendatang. “Tahun depan razia akan lebih digencarkan. Namun akan diawali dengan sosialisasi,” ujarnya.
Ia mengaku, razia peredaran rokok ilegal di Kabupaten Bima menyasar para pedagang atau pelaku usaha di pasar tradisional, seperti pasar Tente Kecamatan Woha, Pasar Sape, Wawo hingga yang terakhir di pasar Sila Kecamatan Bolo.
“Dari hasil razia, ditemukan banyak jenis rokok ilegal atau tanpa memiliki cukai, yang beredar di wilayah Kabupaten Bima,” pungkasnya.
Sosialisasi tentang Pidana Rokok Ilegal
Pengedar ataupun penjual rokok ilegal termasuk melakukan pelanggaran yang dapat berpotensi sebagai pelanggaran pidana. Sanksi untuk pelanggaran tersebut mengacu pada Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai.
Ancaman pidana ini diatur dalam pasal 54 dan pasal 56 Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai. Bunyi pasal tersebut sebagai berikut:
Dalam Pasal 54, “Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya, sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) Maka dipidana dengan pidana Penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang harus dibayar.”
Dalam Pasal 56, “Setiap orang yang menimbun, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena cukai yang diketahuinya atau patut diduga berasal dari tindak pidana berdasarkan Undang-undang ini. Maka dipidana paling singkat 1 (satu) tahun paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.”
Bagaimana mengenal rokok ilegal?
Ciri-ciri rokok ilegal dapat diidentifikasi dengan metode sederhana, yaitu pengamatan secara langsung. Cirinya adalah rokok tanpa pita cukai, rokok dengan pita cukai bekas, rokok dengan pita cukai palsu, dan rokok dengan pita cukai salah peruntukan.
Maka siapapun yang sedang menjalankan bisnis rokok dengan cukai ilegal, disarankan untuk menghentikannya dari sekarang. Hal ini gencar disosialisasikan stakeholders yang terlibat, seperti Bea Cukai, Sat Pol PP Provinsi NTB, Bappeda NTB, serta Pemda Kabupaten dan Kota. (*)