ADVERTORIAL

Sebelum Ciptakan Mesin, Brida NTB Segera Survei Pasar Tembakau

Mataram (NTB Satu) – Saat ini, Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) NTB menjadi salah satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang dipercaya untuk mengelola Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tahun anggaran 2022.

Brida NTB dipercaya sebagai OPD yang dapat meningkatkan kualitas bahan baku yang dihasilkan oleh para petani dan buruh tembakau yang terdapat di NTB, misalnya menghasilkan mesin olahan tembakau yang paling sesuai.

IKLAN

Kepala Brida NTB, Dr H. Amry Rakhman mengatakan, pihaknya akan segera menyurvei pasar tembakau. Hal tersebut dilakukan untuk menentukan jenis mesin yang paling dibutuhkan oleh industri tembakau.

“Survei segera dilakukan. Apalagi, sekarang telah dibangun Kawasan Industri Hasil Tembakau yang di Lombok Timur (KIHT)” ujar Amry, Selasa, 8 November 2022.

Kemudian, Amry menjelaskan, Brida NTB mesti mengecek terlebih dahulu tentang kondisi kelembagaan yang mengelola KIHT serta kondisi orang-orang yang mengelola.

“Kalau hasilnya sudah ketemu, barulah kami akan ciptakan mesin yang paling sesuai dengan kebutuhan KIHT,” tandas Amry.

IKLAN

Percobaan untuk terus menghasilkan mesin yang baik bagi industri olahan tembakau milik Brida NTB, didanai oleh Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Ketentuan terbaru mengenai penggunaan, pemantauan, dan evaluasi DBHCHT telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 215/PMK.07/2021 dengan pokok pengaturan, yaitu empat puluh persen untuk kesehatan, kemudian lima puluh persen untuk Kesejahteraan Masyarakat (termasuk tiga puluh persen peningkatan kualitas bahan baku, peningkatan keterampilan kerja dan pembinaan industri dan dua puluh persen pemberian bantuan) serta sepuluh persen untuk penegakan hukum.

Sosialisasi tentang Pidana Rokok Ilegal

Pengedar ataupun penjual rokok illegal termasuk melakukan pelanggaran yang dapat berpotensi sebagai pelanggaran pidana. Sanksi untuk pelanggaran tersebut mengacu pada Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai.

Ancaman pidana ini diatur dalam pasal 54 dan pasal 56 Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai. Bunyi pasal tersebut sebagai berikut:

Dalam Pasal 54 “Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya, sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) Maka dipidana dengan pidana Penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang harus dibayar”.

Dalam Pasal 56 “Setiap orang yang menimbun, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena cukai yang diketahuinya atau patut diduga berasal dari tindak pidana berdasarkan Undang-undang ini. Maka dipidana paling singkat 1 (satu) tahun paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.

Bagaimana mengenal rokok ilegal?

Ciri-ciri rokok ilegal dengan metode sederhana, yaitu pengamatan secara langsung. Cirinya adalah rokok tanpa pita cukai, rokok dengan pita cukai bekas, rokok dengan pita cukai palsu, dan rokok dengan pita cukai salah peruntukan.

Maka siapapun yang sedang menjalankan bisnis rokok dengan cukai illegal, maka disarankan hentikan dari sekarang. Hal ini gencar disosialisasikan stakeholders yang terlibat, seperti Bea Cukai, Sat Pol PP Provinsi NTB, Bappeda NTB, serta Pemda Kabupaten dan Kota. (GSR)

IKLAN

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button