Mataram (NTB Satu) – Pengelola perhotelan di kawasan Senggigi, Lombok Barat merasa tak risau dengan ancaman resesi global yang disebut-sebut akan terjadi tahun 2023 nanti. Ancaman resisi global tahun depan diperkirakan memberikan dampak kepada seluruh sektor, terutama sektor pariwisata.
Tingkat kunjungan wisatawan diperkirakan akan menurun drastis, terutama wisatawan mancanegara (Wisman). Meski demikian, Ketua Asosiasi Hotel Senggigi (AHS) Ketut Murtajaya mengatakan, situasinya akan tetap baik-baik saja.
“Kita memperkirakannya memang tahun depan ini pontensinya itu di wisatawan domestik. Posisi pasar memang sedang tidak begitu baik, jadi kita membuat target (kunjungan, red) juga realistis dengan keadaan,” ungkapnya Rabu 2 November 2022.
GM Hotel Holiday Resort ini memperkirakan, tingkat kunjungan wisatawan di 2023 tidak jauh berbeda dengan kondisi di 2022 ini. Dimana tahun 2022 ini saja, target kunjungan wisatawan baik domestik maupun wisman di NTB sebanyak 4 juta wisatawan. Bahkan tahun ini menurutnya terlihat kunjungan wisatawan domestik yang mendominasi ke NTB.
Dikatakan kunjungan wisatawan domestik yang mendominasi ini lebih banyak dari kalangan pemerintahan, coorporate (perusahaan, red), pengusaha dan ada juga yang berlibur. Karena memang pergerakan pasar domestik ini cukup besar.
“Yang penting harga tiketnya (penerbangan, red). Tapi saya pikir masih oke lah. Efek global tetap ada, tetapi dari sisi impact di Indonesia, masih bisa jalan prediksinya. Dengan catatan jangan terlalu tinggi juga harga tiket pesawat,” harapnya.
Untuk menjaga stabilitas tingkat kunjungan wisatawan ke Senggigi, Ketut menambahkan, pengelola hotel di destinasi wisata legendaris Lombok ini tentu menyiapkan beberapa promo-promo atau potongan harga untuk penginapan bagi wisatawan.
“Tidak sembarang juga kita menjual harga yang tinggi-tinggi. Pasti dengan promo-promo. Contoh seperti di WSBK (World Superbike) Mandalika, kita memberikan promo. Dari promo kamar dengan harga menarik. Pemberian promo bisa dilakukan sampai 2023 agar tidak terlalu berdampak pada resesi global,” jelasnya.
Sementara itu, untuk tingkat hunian kamar hotel, khususnya di daerah Senggigi cukup baik. Artinya kondisi industri pariwisata sudah mulai membaik pergerakannya. Secara keseluruhan tersedia sebanyak 2.200 kamar hotel, rata-rata okupansi (keterisian) 50 persen.
“Lumayan bagus, kita masih bisa survive,” demikian Ketut. (ABG)