ADVERTORIAL

Berdayakan DBHCHT, DLHK NTB Bangun Rumah Kelola Sampah Berbasis Maggot di 10 Kabupaten/Kota

Mataram (NTB Satu) – Guna memberdayakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tahun anggaran 2022, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB membangun sektor pengelolaan sampah berbasis maggot di masing-masing kota dan kabupaten di NTB.

Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Pengendalian Pencemaran DLHK NTB, Firmansyah mengatakan, pihaknya telah mengajak masyarakat untuk mengolah sampah-sampah agar menjadi pupuk organik. Pupuk tersebut akan menjadi aspek pendukung dalam peningkatan kualitas bahan baku tembakau.

“Kegiatan ini akan menjadi centre of learning dalam pengelolaan sampah yang terdapat di masyarakat,” ujar Firmansyah, ditemui NTB Satu di ruang kerjanya, Senin, 31 Oktober 2022.

Lebih lanjut, Firmansyah menjelaskan, DLHK NTB telah membangun rumah pengelolaan maggot berbasis desa. Sektor tersebut kemudian akan mengelola dan mengolah sampah organik dengan metode maggot.

“Kami telah membangun sektor tersebut di beberapa wilayah di NTB. Per masing-masing kota dan kabupaten kami harapkan dapat memiliki satu rumah pengelolaan maggot,” tandas Firmansyah.

Pembangunan rumah tata kelola sampah berbasis maggot di NTB, diketahui didanai oleh Dana Bagi Hasil Cuka Hasil Tembakau (DBHCHT). Ketentuan terbaru mengenai penggunaan, pemantauan, dan evaluasi DBHCHT telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 215/PMK.07/2021 dengan pokok pengaturan, yaitu 40 persen untuk kesehatan, kemudian 50 persen untuk Kesejahteraan Masyarakat (termasuk 30 persen peningkatan kualitas bahan baku, peningkatan keterampilan kerja dan pembinaan industri dan 20 persen pemberian bantuan) serta 10 persen untuk penegakan hukum.

Sosialisasi tentang Pidana Rokok Ilegal

Pengedar ataupun penjual rokok ilegal termasuk melakukan pelanggaran yang dapat berpotensi sebagai pelanggaran pidana. Sanksi untuk pelanggaran tersebut mengacu pada Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai.

Ancaman pidana ini diatur dalam pasal 54 dan pasal 56 Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai. Bunyi pasal tersebut sebagai berikut:

Dalam Pasal 54 “Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya, sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) Maka dipidana dengan pidana Penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang harus dibayar”.

Dalam Pasal 56 “Setiap orang yang menimbun, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena cukai yang diketahuinya atau patut diduga berasal dari tindak pidana berdasarkan Undang-undang ini. Maka dipidana paling singkat 1 (satu) tahun paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.

Bagaimana mengenal rokok ilegal?

Ciri-ciri rokok ilegal dengan metode sederhana, yaitu pengamatan secara langsung. Cirinya adalah rokok tanpa pita cukai, rokok dengan pita cukai bekas, rokok dengan pita cukai palsu, dan rokok dengan pita cukai salah peruntukan.

Maka siapapun yang sedang menjalankan bisnis rokok dengan cukai ilegal, maka disarankan hentikan dari sekarang. Hal ini gencar disosialisasikan stakeholders yang terlibat, seperti Bea Cukai, Sat Pol PP Provinsi NTB, Bappeda NTB, serta Pemda Kabupaten dan Kota. (GSR)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button