Daerah NTB

15 Ton Sampah per Hari dari TPAR Kebon Kongok akan Jadi Bahan Bakar PLTU

Mataram (NTB Satu) – Pengurangan jumlah penumpukan sampah atau landfill di Tempat Pembuangan Akhir Regional (TPAR) Kebon Kongok Lombok Barat (Lobar) terus diusahakan oleh Pemerintah Provinsi NTB. Hal itu seiring dengan optimalisasi proses pengolahan sampah sebelum dibuang ke landfill.

Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala UPTD TPAR Kebon Kongok, Radiyus Ramli Hindarman mengatakan, pembangunan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Refuse Derived Fuel (RDF) seluas 0,7 hektare di kawasan Kebon Kongok saat ini dalam proses pembangunan dan ditargetkan bisa rampung pada Februari 2023. Sampah yang akan bisa dikelola menjadi RDF sekitar 15 ton dalam sehari.

RDF bentuknya masih seperti sampah, tetapi sangat kering sehingga RDF merupakan sampah yang mudah terbakar dan telah mengalami pemilahan serta diproses melalui pencacahan, pengayakan dan klasifikasi udara. RDF selanjutnya dimanfaatkan sebagai sumber energi dalam proses pembakaran cofiring batu bara untuk pembangkit tenaga listrik, dalam hal ini PLTU Jeranjang.

“Ditargetkan 15 ton RDF per hari, sehingga sampah yang dibutuhkan untuk pengolahan antara 40 sampai 45 ton. Selebihnya sampah yang masuk akan menjadi komposting dan lainnya,” kata Radiyus Ramli, Jumat, 26 Agustus 2022.

Saat ini, proses pembuatan sampah menjadi RDF dan SRF masih menggunakan mesin yang sederhana, dan masih dalam tahap Litbang yang merupakan kerjasama Pemprov NTB dengan PLTU Jeranjang. Sehingga kapasitas yang dihasilkan masih minim yaitu hanya 5 ton perbulan.

“PLTU Jeranjang mintanya 15 ton per hari, tapi kita baru bisa produksi 5 ton sampai 6 ton dalam sebulan karena mesinnya cuma satu. Insya Allah setelah jadi TPST ini, kita bisa pebuhi,” tutur Staf Seksi Pengolahan dan Pemrosesan Akhir pada UPTD TPAR Kebon Kongok, Firlan Febryan.

Jika dikalkulasikan, setiap satu ton sampah organik akan menghasilkan sekitar 40 persen RDF atau 400 kilo gram. Selebihnya menjadi rendemen dari proses yang dijalankan.

Saat ini proses produksi RDF masih dalam tahapan Litbang, sehingga produk bahar bakar yang dihasilkan belum ada transaksi jual beli. Nantinya setelah masuk dalam tahap komersialisasi, terutama saat TPST sudah beroperasi, maka setiap kilogram RDF akan memiliki harga jual.

DLHK Provinsi NTB tetap mendorong agar masyarakat mau terlibat dalam ikhtiar gerakan tata kelola sampah ini dengan cara mendukung gerakan pilah dan olah sampah dari rumah. Sebab sampah yang diproduksi oleh rumah tangga, industri dan lain sebagainya memiliki nilai ekonomi. (RZK)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button