Hukrim

Berkaca dari Kasus BLUD RSUD Praya, Anggaran Pemda Rawan Diselewengkan untuk Pilkada

Mataram (NTB Satu) – Kasus dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Praya, Lombok Tengah (Loteng) jadi bola panas setelah tersangka dr. Muzakir Langkir bernyanyi dan menyeret sejumlah nama. Selain menyebut ada setoran ke Kejaksaan, Direktur RSUD Lombok Tengah ini juga menyebut nama Bupati Lombok Tengah H. Lalu Pathul Bahri dan Wakil Bupati, HM Nursiah.

Aliran dana yang belum diungkap jumlahnya itu, berkaitan dengan biaya Pilkada, bahkan terpakai untuk pembiayaan saat sidang Mahkamah Konstitusi (MK) saat kasus duet Pathul – Nursiah digugat.

“Nyanyian” tersangka ini memang harus dibuktikan, tapi bagi Direktur Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) NTB, Ramli Ernanda, bahwa ini mengindikasikan praktik pengelolaan anggaran daerah diintervensi kontestasi politik.

Apalagi kabar yang diterima Fitra NTB, penyelewengan dana BLUD RSUD Praya mengalir untuk kepentingan kampanye pihak tertentu saat itu.

Belajar dari kasus ini, Ramli mengingatkan kepada seluruh pihak agar waspada adanya upaya oknum penguasa memanfaatkan anggaran pemerintah untuk kepentingan kontestasi politik.

IKLAN

Penyelewengan tidak akan selalu berlabuh pada praktik korupsi, tapi juga penggunaan aset publik demi kepentingan kampanye, terutama oleh petahana. “Mari sama-sama perhatikan postur anggaran APBD Kabupaten atau Kota serta Provinsi jelang kontestasi politik,” saran Ramli, Kamis 25 Agustus 2022.

Pada kasus BLUD RSUD Lombok Tengah tidak hanya terdapat soal penyelewengan uang operasional, tapi juga dugaan penyimpangan dana taktis. Terlebih, setelah ML secara terang-terangan menyatakan bakal menyebut nama aktor lain dalam kasus korupsi tersebut.

Dalam kasus BLUD RSUD Lombok Tengah, masyarakat dapat melihat mengenai adanya pemanfaatan anggaran untuk kepentingan dana kampanye yang cukup besar.

“Saya melihat bahwa penggunaan anggaran BLUD RSUD Praya belum transparan. Hal tersebut dapat membuat pihak-pihak yang memiliki niat jahat mengambil untung secara pribadi dalam penggunaan anggaran,” ungkap Ramli.

Proses perhitungan kasus korupsi dana BLUD, fokus menghitung penggunaan tahun 2017-2020. Ditemukan bahwa kerugian negara mencapai miliaran. Kerugian itu muncul dari mark up Rp900 juta, pemotongan Rp860 juta, dan suap yang ditemukan Rp10 juta. Secara keseluruhan bernilai Rp1,77 miliar.

Agar kasus ini tak terulang, masyarakat awam perlu diberikan edukasi prihal informasi anggaran, tentu keterbukaan informasi perlu dilakukan. Menurut Ramli, Pemerintah Daerah mesti memberikan akses informasi yang seluas-luasnya.

Sebab, informasi mengenai anggaran adalah informasi yang bersifat terbuka, termasuk dalam konteks pelaksanaan proyek-proyek pemerintah.

“Kalau informasi mengenai anggaran terbuka, masyarakat dapat ikut mengawasi segala pergerakan, termasuk penyalahgunaan kewenangan dalam menggunakan anggaran,” pungkas Ramli. (GSR)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button