Hukrim

Ombudsman NTB Temukan Dugaan Permainan Calo PMI di ULP Lombok Timur

Mataram (NTB Satu) – Kasus menyedihkan yang menimpa calon Pekerja Migran Indonesia (PMI), seperti tenggelamnya kapal rombongan pekerja migran, serta kasus-kasus lainnya, sampai hari ini masih menjadi problem yang berkepanjangan, khusunya di wilayah NTB.

Permasalahan ini menjadi keprihatinan berbagi pihak, untuk itu Ombudsman RI perwakilan NTB dalam dua bulan terakhir melakukan serangkaian investigasi atas prakarsa sendiri.

IKLAN

Kepala Ombudsman RI perwakilan NTB Dr. Adhar Hakim menyampaikan, Ombudsman NTB melihat kuatnya korelasi masih diminatinya cara ilegal untuk menjadi pekerja migran. Salah satunya disebabkan oleh praktek pelayanan Kantor Imigrasi yang buruk.

“Kami telah melakukan investigasi pada bulan Juni hingga Juli pada Unit Layanan Paspor (ULP) Lombok Timur. Investigasi ini dilakukan lantaran Ombudsman NTB berulang kali menerima keluhan warga, terkait sulitnya mengakses pelayanan M-Paspor, dan maraknya praktek percaloan,” kata Adhar, Selasa 2 Agustus 2022.

Lebih lanjut Adhar mengatakan, bahkan praktek itu telah merusak sistem kerja ULP Lombok Timur, hingga adanya praktek diskrimnasi pelayanan, antara pengguna calo dan non calo.

“Dari hasil investigasi tertutup Ombudsman NTB ini, memang benar ditemukannya praktek perbedaan perlakuan, antara pelayanan kepada masyarakat yang mengurus paspor melalui calo dengan yang mengurus secara mandiri,” sambungnya.

IKLAN

Bahkan sambung Adhar, pihaknya menemukan praktek pelayanan pengurusan paspor melalui calo, dilayani oleh ULP Lombok Timur dengan tidak lazim. Seperti halnya, pelayanan kepada sejumlah jaringan percaloan paspor ini, dilakukan di luar jam resmi kantor, yakni Pukul 06.00 Wita, saat kantor ULP Lombok Timur masih dalam keadaan sepi, serta dilayani oleh satu atau dua petugas.

“Sejumlah calo leluasa keluar masuk kantor dan ruangan di ULP Lombok Timur. Mereka secara leluasa dapat mengakses sejumlah petugas secara langsung. Sementara untuk biaya sendiri, setiap orang harus mengeluarkan biaya sebesar Rp. 2,5 Juta. Harga yang sangat jauh di atas harga resmi yang diterapkan pemerintah sebesar Rp. 350 ribu,” cetusnya.

Sementara itu, dalam praktek pelayanan paspor yang buruk ini, diduga kuat telah terjadi sejumlah bentuk maladministrasi. Dugaan maladministrasi tersebut antara lain diskriminasi, penyalahgunaan wewenang, pengabaian kewajiban hukum, penyimpangan prosedur, perbuatan tidak patut, dan penundaan berlarut-larut.

Untuk itu, Ombudsman RI Perwakilan NTB mendukung sikap pemerintah yang menghentikan sementara waktu pengiriman pekerja migran menuju Malaysia. Dikatakan Adhar, hal tersebut penting dilakukan pemerintah, sambil menata kembali proses dan mekanisme pengiriman pekerja migran.

“Penghentian sementara ini kami apresiasi, untuk menghindari berbagai kejadian yang tidak diinginkan. Namun melihat praktek pelayanan paspor yang buruk di ULP Lombok Timur ini, upaya keras pemerintah bisa gagal, lantaran terbukanya peluang penerbitan dengan berbagai modus yang buruk,” tandasnya.

Dari hasil investigasi tersebut, Ombudsman RI Perwakilan NTB akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM (KemenkumHam), serta Dirjen Imigrasi agar dapat dilakukannya upaya perbaikan, mengingat tingginya potensi maladministrasi dalam pelayanan paspor bagi pekerja migran. (MIL)

IKLAN

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button