Daerah NTB

Kemampuan Literasi Siswa NTB Rendah Dikaitkan dengan Buku Bacaan yang Membosankan

Mataram (NTB Satu) – Kemampuan literasi siswa di Provinsi NTB saat ini harus diakui masih cukup rendah. Hal ini sesuai rapor pendidikan hasil asesmen nasional tahun 2021 yang dikeluarkan Kemendikbudristek. Pengamat pendidikan menilai, kemampuan literasi siswa yang rendah itu berkaitan dengan buku bacaan yang membosankan.

Rapor pendidikan hasil asesmen nasional tahun 2021 yang dirilis melalui laman https://pusmendik.kemdikbud.go.id/profil_pendidikan/profil-wilayah.php, menunjukkan indikator capaian hasil belajar dan kemampuan literasi jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK Sederajat di NTB berada di bawah kompetensi minimum, atau kurang dari 50 persen siswa yang mencapai batas kompetensi minimum untuk literasi membaca. Begitupun dengan dengan indikator kemampuan numerasi.

Pengamat Pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Mataram (Ummat), Dr. Syafril, M.Pd., mengatakan, rendahnya kemampuan literasi dan numerasi itu turut disebabkan oleh model buku bacaan yang tersedia di sekolah masih sangat kaku dan membosankan.

“Buku-buku mata pelajaran kita masih sangat membosankan, baik secara tulisan maupun desain. Sehingga cenderung tidak menarik siswa untuk membaca. Itu hasil penelitian yang saya lakukan terhadap kualitas buku teks yang dimiliki oleh sekolah,” ujar Safril pada Selasa, 26 Juli 2022.

Selain itu, lanjut Syafril, para guru juga mau tidak mau harus berinovasi dalam menerapkan metode belajar yang relevan bagi peserta didik saat ini, agar para siswa senang dan merasa betah untuk belajar.

“Untuk anak SD misalnya, metode belajar yang bagus itu role play, di mana para siswa bermain peran yang dihubungkan dengan materi pembelajaran, dan nantinya diamati oleh siswa,” imbuhnya.

Tidak ketinggalan, literasi digital pun dirasa perlu untuk diberikan kepada para siswa, mengingat zaman yang sudah serba digital dan instan. Menurutnya, penggunaan gawai tidak perlu dilarang, hanya saja penggunaannya perlu diawasi.

“Kalau di negara maju, saat anak kecil log in di sebuah gawai maka konten yang dapat diakses hanya konten pembelajaran atau yang relevan, sedangkan kita kontennya masih terlalu bebas. Mungkin ini yang harus menjadi perhatian pemerintah,” tutupnya. (RZK)

IKLAN
IKLAN

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

IKLAN
Back to top button