Mataram (NTB Satu) – Kasus dugaan korupsi pada dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) BNI di Lombok Timur akhirnya ditingkatkan ke penyidikan. Dalam kasus ini penyidik mengantongi dua calon tersangka.
“Dua nama calon tersangka, AN dan IN. Tapi mengenai apa kapasitasnya, belum bisa kita jelaskan,”kata Kajati NTB Sungarpin, SH.,MH saat jumpa pers, Jumat 22 Juli 2022 usai Hari Bhakti Adhiyaksa.
Kajati enggan membeberkan kapasitas dan peran para tersangka tersebut dengan alasan masih dalam pendalaman serta pengembangan ke pihak lain. Karena proses saat ini mengarah ke kepastian penetapan tersangka secara resmi.
Dalam kasus ini ada 789 petani sudah dimintai keterangan sebagai saksi, serta 160 orang lainnya saksi termasuk ahli. Modus korupsi pada program KUR yang harusnya diterima utuh petani ini muncul saat penyidikan. “Modusnya, ada (bantuan KUR) yang dipotong, ada juga yang fiktif. Ada juga bantuan alat pertanian seperti semprotan dan lain lain, pun tidak sesuai dengan spesifikasinya,” papar Kajati didampingi Aspidsus Elly Rachmawati bersama Aspidsus lainnya.
Dalam pengembangan kasus ini, penyidik juga berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk perhitungan kerugian keuangan negara. “Karena ini baru angka potensi, maka kami akan pastikan lewat perhitungan dengan BPKP,” ujar Kajati.
Bagaimana peran pejabat Kementerian? Kajati enggan menjelaskan. Termasuk ketika ditanya peran keluarga pejabat penting di pemerintah pusat. “Itu strategi kami nanti. Sekarang belum bisa kita sampaikan,” tutupnya.
Ulasan Tentang Kasus
Kasus dugaan korupsi ini dana KUR BNI ini bermula pada bulan Agustus 2020. Ketika itu, dirjen salah satu kementerian melakukan pertemuan dengan para petani di wilayah selatan Lombok Timur. Dalam pertemuan itu, dirjen tersebut memberitahukan terkait adanya program KUR untuk para petani.
Informasi itu lalu ditindaklanjuti dengan pengajuan nama petani yang diusulkan mendapatkan kredit itu. Untuk petani jagung sekitar 789 orang yang tersebar di 5 desa di Kecamatan Jerowaru. Yang paling banyak adalah petani jagung di Desa Ekas Buana dan Sekaroh Kecamatan Jerowaru. Setiap petani dijanjikan pinjaman sebesar Rp 15 juta per hektar dengan total luas lahan mencapai 1. 582 hektar.
Para petani yang terdata sebagai penerima KUR diwajibkan untuk menandatangani berkas-berkas pendukung untuk kelancaran pengajuan pinjaman tersebut. Proses penandatanganan dilakukan oleh petani jagung di 5 desa di wilayah Kecamatan Jerowaru yang melibatkan pihak ketiga atau off taker. Yaitu PT ABB serta oknum pengurus HKTI NTB sebagai mitra pemerintah dan Bank BNI Cabang Mataram sebagai mitra perbankan dalam penyaluran KUR.
Saat proses pengajuan KUR ini, pihak BNI yang langsung turun meminta tanda tangan para petani dengan dilengkapi berkas pinjaman. Skema KUR tani melibatkan pihak ketiga atau off taker, yaitu PT ABB. Perusahaan atau off taker ini kuat dugaan ditunjuk langsung dari pihak kementerian, termasuk juga salah satu organisasi di NTB yang bergelut di bidang pertanian.
Persoalan mulai muncul ketika sejumlah petani yang ingin mengajukan pinjam di Bank BRI namun tidak bisa diproses. Mereka dinilai keuangannya bermasalah karena memiliki pinjaman dan tunggakan KUR di Bank BNI.
Tunggakan merekapun beragam, mulai dari Rp 15 juta hingga Rp 45 juta. Tergantung dari jumlah luas lahan yang dimiliki. Sementara para petani ini mengaku tidak pernah menerima dana kredit itu alias fiktif. (HAK)