Daerah NTB

Lombok Zona Merah PMK, Pemotongan Hewan Kurban Sebaiknya Didampingi Tim Dokter

Mataram (NTB Satu) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta masyarakat untuk tidak ragu mengkonsumsi daging hewan kurban, sebab hewan kurban yang disembelih adalah hewan kurban yang sehat. Pemprov NTB melalui OPD teknis dalam hal ini Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan agar melakukan pengawasan terhadap hewan-hewan yang akan dikurbankan baik itu sapi dan kambing.

Ketua MUI NTB Prof H Saiful Muslim menegaskan, karena adanya keraguan masyarakat terhadap keamanan hewan kurban di masa wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) ini maka pemerintah harus turun langsung mengawasi serta mendampingi masyarakat yang akan berkurban.

“Agar masyarakat tidak ragu maka kita sarankan Disnakeswan melakukan pemeriksaan kesehatan hewan kurban sehingga masyarakat tidak was-was menyembelih terlebih mengkonsumsinya. Ini juga memerlukan penjelasan resmi dari pemerintah bahwa hewan kurban ini layak dikonsumsi,” ujarnya, pekan ini.

Saiful Muslim berharap pada saat penyembelihan hewan kurban tim atau dokter hewan dari Disnakeswan terjun langsung untuk mengawasi hewan-hewan yang akan dikurbankan. Hal ini dinilai penting guna memastikan hewan kurban ini adalah benar-benar sehat.

“Jangan sampai nanti daging kurban tidak berani diterima oleh masyarakat karena takut dengan adanya PMK,” tandasnya.

Sebelumnya MUI menerbitkan Fatwa MUI Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Di dalam fatwa tersebut, MUI membeberkan syarat hewan yang sah untuk dijadikan hewan kurban.

IKLAN

“Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukumnya sah dijadikan hewan kurban,” ujar Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa 31 Mei 2022.

Kemudian, Asrorun Niam menjelaskan, hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku sampai terlepas, pincang, tidak bisa berjalan, dan menyebabkan sangat kurus, maka hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban.

Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang dibolehkan kurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah), maka hewan ternak tersebut sah dijadikan hewan kurban.

Sementara itu, untuk hewan yang terjangkit PMK dengan gejala klinis kategori berat tapi sembuh dari PMK setelah lewat rentang waktu yang dibolehkan berkurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah), maka sembelihan hewan tersebut dianggap sedekah. Sehingga, hewan itu tidak bisa dijadikan hewan kurban.(ABG)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button