Kabupaten Bima

Ini Sejumlah Temuan Dirreskrimsus Polda NTB Terkait Pupuk Subsidi di Bima

Mataram (NTB Satu) – Kisruh pupuk bersubsidi di Bima kembali mengungkap fakta lain. Selain harga pupuk beredar melebihi HET dan transaksi penyaluran tanpa nota pembayaran, Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) Kabupaten Bima bertugas tanpa SK untuk tahun 2021.

Tim KP3 tanpa SK ini menjadi catatan panjang masalah pupuk subsidi di Kabupaten Bima. Informasi tersebut didapat dari Dirreskrimsus Polda NTB, Kombes Pol I Gusti Putu Gede Ekawana Putra yang ditemui ntbsatu.com pekan kemarin.

“Setelah kita periksa, SK KP3 Kabupaten Bima tahun 2021 tidak ada. Yang ada hanya tahun 2020,” ungkap Ekawana.

Menurut Dirreskrimsus Polda NTB, kasus pupuk subsidi di Bima sudah terjadi sejak tahun 2019 lalu. Temuan pihaknya di lapangan bahwa banyak pupuk dijual secara bebas melebihi HET dan petani masuk RDKK tapi tidak memiliki lahan.

“2021 kemarin saya kehabisan akal karena dapat teguran dari pusat terkait ribut-ribut pupuk di Bima yang langka. Akhirnya kami periksa dari hulu ke hilir masalah pupuk ini,” ucapnya.

Ekawana menegaskan, kisruh pupuk di Kabupaten Bima dikarenakan KP3, distributor, pengecer, dan agen yang tidak optimal dalam melaksanakan pekerjaannya.

“Kita periksa Kadis Pertanian, Kabag Ekonomi Kabupaten Bima juga. Kenapa terjadi konflik pupuk ini karena tidak disiplin administrasi,” katanya.

Lebih lanjut, ia menjeleskan polemik pupuk ini merupakan penyakit yang sudah kronis, dan tidak terkontrol saat proses penyalurannya

“Banyak distributor tidak mengikuti SOP. Semua sudah kita panggil dan periksa,” ujar mantan Kapolres Bima Kabupaten ini.

Setelah itu, lanjut Ekawana, Polda NTB akan laporkan kasus ini ke Mabes Polri terlebih dahulu untuk mendapatkan arahan bagaimana proses hukum selanjutnya.

“Kita minta arahan dulu dari pusat. Kalau diperintah proses ya kita proses secara hukum. Saya udah pusing, kalau diproses ya kita proses aja,” pungkasnya.

Dalam pandangan Dirreskrimsus, solusi pupuk bermasalah di Kabupaten Bima adalah kembali ke peran pemerintah daerah. “Pemerintah daerah harus menjaga pahlawan kemanusiaan atau petani,” jelasnya. (DAA)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

IKLAN
Back to top button