Hukrim

Dugaan Korupsi Benih Jagung NTB 2017, Sertifikasi Benihnya Diduga Palsu

Mataram (NTB Satu) – Modus korupsi pengadaan benih jagung di Distanbun Provinsi NTB tahun 2017 terungkap. Ribuan ton benih jagung untuk areal tanam wilayah NTB didatangkan dari produsen abal-abal.

Benih jagung hibrida yang disalurkan tidak memiliki sertifikat, namun dibuatkan dokumen palsu.

IKLAN

Dikutip dari Suara NTB, empat orang saksi diperiksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Senin (27/9). Saksi ini diperiksa untuk terdakwa mantan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB Husnul Fauzi.

Mantan Kepala UPT Balai Pengawasan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSB TPH) Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur Satoto Berbudi menerangkan, pihaknya tidak pernah mengeluarkan sertifikasi benih yang disalurkan PT Sinta Agro Mandiri dan PT Wahana Banu Sejahtera.

Pihaknya menerima surat dari BPSB Provinsi NTB mengenai dugaan benih palsu itu pada Desember 2017. “Kami memastikan bahwa itu palsu karena kami tidak pernah mengeluarkan sertifikat varietas Bima-14 Batara, Bima URI-20, dan Bima URI-sayang,” ucapnya.

Tiga varietas yang diklaim keluaran Balitbang Kementan RI ini tidak pernah melalui pengecekan mutu, keterangan jumlah produksi, label mutu, dan sertifikatnya. “Tiga varietas itu tidak terregister di Jawa Timur. Labelnya juga bukan dari Jawa Timur karena kalau di kita itu ada scan ultravioletnya,” jelas Satoto.

IKLAN

Berdasarkan alasan itu maka dia berani menguatkan dugaan bahwa benih tersebut palsu. Dia kemudian merekomendasikan BPSB Provinsi NTB untuk segera bertindak.

“Karena itu sudah masuk pemalsuan, pidana itu. Dari nomer registernya saja sudah tidak ada,” bebernya.

Satoto mengurai dirinya hanya menerima bukti kirim berupa manifes pengirima benih dari produsen di Jawa Timur untuk pengadaan benih di NTB. Tetapi, tidak pernah mengonfirmasi pengiriman benih oleh CV Tani Tandur untuk PT SAM.

“Tidak ada di kami terdaftar produsen dengan nama CV Tani Tandur. Itu hanya tengkulak liar,” tegasnya.

Mantan PNS pada UPT BPSB TPH Jawa Timur Sony Saptamawardi menambahkan, proses sertifikasi benih harus lebih dulu diajukan sebelum layak produksi.

Mekanismenya, dengan mengisi blanko yang diantaranya menerangkan mengenai benih sumber, benih sebar, label perbenihan, dan mitra petani. “Untuk yang ke NTB itu tidak pernah ada diajukan sertifikatnya,” ucapnya.

Kepala UPT Pembibitan Serealia Balitbang Kementan RI Maros Sulawesi Selatan Mahammad Asriari menjelaskan, produsen benih hibrida memproduksi benih varietasnya berdasarkan benih indukan yang dikembangkan Kementan RI.

“Benih itu dapat dikatakan palsu apabila tidak punya kadar air yang sesuai, daya sebar, dan lainnya. Kalau semuanya benar tidak mungkini berjamur atau rusak,” ujarnya.

Mantan Kabid Tanaman Pangan Distanbun Provinsi NTB Lalu Muhammad Syafriari menerangkan, tiga minggu setelah benih jagung ini disalurkan, petani penerima bantuan mengembalikan benih tersebut.

“Protes bahwa benih tidak tumbuh. Pak Kadis (Husnul) lalu bikin tim untuk mengecek kerusakan benih. Setelah dicek uji sampel, memang daya tumbuhnya di bawah standar, ada juga yang rusak. Itu yang pengadaannya PT SAM,” urainya.

Demikian juga dengan pengadaan PT WBS yang rusak di Pulau Sumbawa. PT SAM dan PT WBS merupakan rekanan yang mengerjakan masing-masing satu proyek dari 22 paket pengadaan benih jagung senilai Rp184 miliar pada tahun 2017.

Husnul didakwa terlibat korupsi pengadaan benih jagung tahun 2017 yang merugikan negara Rp27,35 miliar. Husnul mengatur penunjukkan langsung PT Sinta Agro Mandiri (SAM) dan PT Wahana Banu Sejahtera (WBS).

PT SAM milik terdakwa Aryanto Prametu mendapatkan kontrak Rp17,25 miliar untuk pengadaan 487,85 ton benih jagung.

Dalam pelaksanaannya hanya 10 ton yang jelas varietasnya. Dari proyek yang dikerjakan PT SAM ini, BPKP Perwakilan NTB menghitung kerugian negara sebesar Rp15,43 miliar.

Sementara PT WBS mendapat kontrak senilai Rp31,76 miliar untuk pengadaan 849,9 ton benih jagung. Realisasinya, benih yang didatangkan PT WBS tidak seluruhnya memenuhi syarat spesifikasi dan sertifikat, serta sudah kedaluarsa.

Berdasarkan hasil audit BPKP Perwakilan NTB, kerugian negara yang timbul mencapai Rp11,92 miliar. (red)

IKLAN

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button