Mataram (NTBSatu) – Bemo Kuning, transportasi umum yang dahulunya menjadi angkutan primadona warga Kota Mataram kini eksistensinya perlahan pudar tergerus zaman.
Di masa kejayaannya, terlihat hilir mudik bemo kuning ramai membawa penumpang.
Keberadaannya dulu paling ditunggu saat pagi hari hingga memasuki petang, mulai dari anak sekolah, mahasiswa, pegawai dan pedagang.
“Sekarang pelanggan kita sudah hilang, yang masih cuma pedagang pasar saja,”ungkap Oding, salah satu Sopir Bemo Kuning di Kawasan Pasar Mandalika, Bertais, Sandubaya, Rabu, 24 Januari 2024.
Menjalani profesi tersebut sejak tahun 1991, Oding mengatakan, ada perubahan gaya hidup masyarakat, khususnya pelajar. Mereka lebih memilih menggunakan transportasi pribadi dibandingkan transportasi umum.
“Sekarang kan anak SMP- SMA sudah pada bawa motor, atau rata – rata diantar jemput orang tua,”ujarnya.
Walau tarif Bemo Kuning sekarang masih relatif terjangkau, sebesar Rp3000 (untuk pelajar) – Rp5000 (umum). Nyatanya, animo penumpang tidak menunjukkan kenaikan. Malah semakin sepi setiap tahunnya.
“Dulu, sekitar tahun 2000 – 2005 kan lagi masa jayanya, pendapatan bersih rata – rata saat itu Rp70 ribu bahkan lebih,” kenangnya.
“Sekarang kita (Supir Bemo) bisa setor bersihnya cuma Rp30 ribu saja, belum lagi kalau ada pecah ban dan lain – lain. Otomatis kena potong,” keluh Oding.
Baca Juga: Wayan Karioka Dukung Uji Materi Kenaikan Pajak Hiburan yang Meroket Hingga 75 Persen
Ia pun menyoroti penurunan pendapatan yang drastis bermula sejak gempa yang melanda Lombok di tahun 2018. Kemudian, hantaman Covid-19 membuat angkutan tersebut mati suri. Kini, bemo kuning mencoba bangkit kembali.
Namun persaingan ternyata semakin sengit. Tidak hanya bersaing dengan moda transportasi umum lainnya seperti taksi dan cidomo. Tetapi juga transportasi berbasis teknologi seperti Grab, Gojek dan sejenisnya.
“Nah, itu yang membuat kita semakin pesimis,”ungkap Oding.
Sopir lainnya, Mardani mengatakan, Pemerintah Kota perlu lebih memperhatikan Bemo Kuning. Penampilan tak menarik ditambah kondisi mobil yang rata-rata sudah cukup tua membuat masyarakat enggan memanfaatkannya.
“Coba kalau ada anggarannya, mungkin bisa mobil – mobil yang sudah tua diperbaharui lagi. Di cat supaya lebih bagus dan menarik. Atau pemerintah membuatkan aplikasi untuk bemo ini supaya semakin moderen kan,”sarannya.
Selain itu, Dani juga mengeluhkan perizinan SIM yang dinilainya ribet dan dipersulit.
“Berapa biaya saya lupa, tapi yang jelas cukup mahal. Belum lagi prosesnya lama,”ujarnya.
Sementara supir – supir lainnya, juga menyampaikan uneg – uneg serupa. Mereka biasa berkumpul dibawah pohon rindang dekat pasar sembari ngetem (menunggu kehadiran penumpang) atau sekedar berbagi keluh kesah setelah seharian bekerja.
“Tidak berhenti berjuang, pergi pagi pulang petang demi keluarga tersayang,”ujar para sopir kompak. (STA)
Baca Juga: Tak Gampang, DPRD NTB Sebut Pergantian Pj Gubernur Punya Syarat dan Ketentuan