Kota MataramMotoGP

Pemilik Hotel di Mataram Ungkap Praktik Permainan Tarif Jelang MotoGP

Mataram (NTB Satu) – Pelaku usaha perhotelan mendapati modus permainan tarif kamar jelang MotoGP. Tingginya permintaan di tengah terbatasnya jumlah kamar, membuat spekulan dan calo bermunculan.

Manajemen Hotel Bidari di Kota Mataram salah satu hotel yang mendapat tawaran menggiurkan dari spekulan itu. Karena kenaikan tarifnya hingga 200 persen. Tentusaja, ini dianggap tidak wajar.

Tingginya kenaikan tarif hotel ini terhadi hampir merata di Pulau Lombok khususnya. Terutama hotel-hotel berbintang untuk kebutuhan akomodasi saat MotoGP 18-20 Maret 2022 di Sirkuit Mandalika mendatang.

Sebagai gambaran, jauh sebelumnya hotel di Lombok sudah full booking. Tidak sedikit pelaku usaha perhotelan menganggap MotoGP pertama kali di Indonesia ini adalah kesempatan untuk panen.

Apalagi alasannya, hotel sudah ‘puasa’ setelah gempa tahun 2018 lalu, kemudian disusul pandemi Covid-19 sejak awal 2020 lalu hingga kini.

Hotel yang biasa menggunakan tarif Rp 600 ribu, naik menjadi Rp 2 juta. Hotel yang harga kamarnya Rp 1 juta per malam, naik menjadi Rp 4 juta.

Hal lain yang juga dipersoalkan adalah ketentuan hotel, yang mematok lama menginap minimal 4 malam, bahkan ada yang minimal 5 malam. Jika pemerintah tak turun tangan, banyak yang mengkhawatirkan, nama NTB sebagai tuan rumah MotoGP akan cidera.

Pemilik Hotel Bidari, Gede Gunanta, yang juga Wakil Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi NTB, tidak dinampikkan tingginya harga kamar hotel saat MotoGP ini menjadi sorotan publik.

Bahkan persoalan ini juga menjadi salah satu yang menjadi pembahasan dalam Rapat Kerja Daerah (Rakerda) PHRI NTB beberapa waktu lalu.

Gede Gunanta mengaku manajemen hotelnya lebih bijak dengan tidak mengambil keuntungan berlebihan, saat Lombok sebagai tuan rumah perdana penyelenggaraan balap motor paling bergengsi di muka bumi ini.

“Tetapi, apakah ada pemain, dari hotelnya, atau ada broker, saya ndak masuk kesana,” katanya.

Gede Gunanta menegaskan, lebih baik menolak pesanan tersebut. Sebab diasumsikan jika diberikan, oknum itu akan menjual kembali kamar hotel dengan tarif gila-gilaan.

“Dari pada Lombok cidera karena tingginya tarif kamar hotel. Lebih baik kami tolak. Karena rate publish kami naikkan 30 sampai 35 persen,” ujarnya.

Kendati demikian, aksi borong kamar disetujui apabila disepakati batas maksimal penjualan kamar oleh pihak kedua, maksimal 15 sampai 20 persen.

Atau besaran kenaikan tarif dari hotel dan pihak kedua maksimal 50 persen. lebih dari itu, Hotel Bidari menolak. Apalagi jika dijual kembali dengan kenaikan tarif 100 hingga 200 persen. (BKA)

Show More

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button