Ditegur Kemendagri, Gubernur Iqbal: Bukan Hanya NTB Saja
Mataram (NTBSatu) – Pemprov NTB mendapat teguran dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), karena keterlambatan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) NTB 2026.
Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal menyampaikan, keterlambatan pembahasan APBD karena bersamaan dengan tahun pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi NTB.
“Jadi memang banyak yang harus dilakukan penyesuaian pada RPJMD,” kata Iqbal, Selasa, 30 Desember 2025.
Iqbal memastikan, telah melakukan perbaikan terhadap RPJMD tersebut. Dengan harapan, pelaksanaan program pembangunan pada tahun depan akan berjalan lebih baik.
“InsyaAllah tahun depan lebih baik, itu yang paling penting,” ujarnya.
Perihal teguran Kemendagri, persoalan ini bukan hanya NTB yang mendapatkannya. Daerah lain juga mendapat teguran. Kasusnya sama, yaitu terlambat membahas APBD.
“Yang ditegur banyak, ini kan hampir sebagian besar provinsi di situasi yang sama, karena tahun ini kan tahun RPJMD,” ungkapnya.
Pemprov NTB Dapat Teguran Kemendagri
Sebagai informasi, pembahasan APBD NTB Tahun 2026 dinilai lambat. Tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan. Akibatnya, mendapat teguran dari Kemendagri.
Juru Bicara Banggar DPRD NTB, Sambirang Ahmadi menyampaikan, Kemendagri menyoroti ketidaksesuaian sebagian tahapan dan jadwal penyusunan APBD. Khususnya, pada proses penyusunan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS). Di mana tidak sepenuhnya mengikuti batas waktu yang telah ditetapkan secara nasional.
“Kondisi ini dinilai berpotensi menurunkan kualitas perencanaan dan menjadi catatan penting, agar Pemprov NTB ke depan lebih disiplin dalam mengikuti siklus perencanaan dan penganggaran daerah sesuai ketentuan aturan penyusunan KUA-PPAS,” kata Sambirang saat menyampaikan laporan hasil pembahasan evaluasi Kemendagri atas Raperda APBD NTB 2026 dalam Rapat Paripurna DPRD NTB, Minggu, 28 Desember 2025.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 tahun 2020, kepala daerah menyampaikan rancangan KUA dan PPAS kepada DPRD NTB paling lambat Minggu kedua bulan Juli.
“Tahapan penyusunan dan pengajuan KUA dan PPAS juga diatur dalam Pasal 89, Pasal 90, dan Pasal 91 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,” ujarnya.
Sebagai informasi, Pemprov NTB telah menyampaikan Raperda tentang APBD Tahun Anggaran 2026 kepada Kemendagri untuk dilakukan evaluasi.
Dokumen itu sudah dikaji dan menjadi laporan Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB dalam rapat paripurna pada Minggu malam, 28 Desember 2025.
Sambirang mengatakan, hasil evaluasi Kemendagri pada prinsipnya menyatakan, RAPBD NTB dapat dilanjutkan. Namun, wajib dilakukan penyempurnaan dan penyesuaian sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (Perda).
“Evaluasi ini bertujuan memastikan kesesuaian RAPBD dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum. Serta, keselarasan dengan dokumen perencanaan dan penganggaran daerah,” ujarnya.
Selain menyoroti ketidaksesuaian jadwal, terdapat beberapa poin menjadi catatan Kemendagri. Pertama, dari sisi pendapatan daerah. Kemendagri menekankan pentingnya kehati-hatian dan rasionalitas dalam penetapan target Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Target PAD APBD NTB 2026 dinilai perlu disesuaikan dengan potensi riil dan tren realisasi beberapa tahun terakhir. Tujuannya, agar tidak terjadi over-estimasi yang dapat menimbulkan tekanan fiskal, defisit anggaran, maupun keterlambatan pembayaran kewajiban daerah,” kata Sambirang.
Evaluasi juga menegaskan perlunya optimalisasi pajak dan retribusi daerah melalui perbaikan tata kelola, intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan. Serta, pemanfaatan digitalisasi sistem pendapatan.
Sambirang berharap, peningkatan pendapatan daerah tidak hanya bergantung pada kenaikan target, tetapi ditopang oleh perbaikan sistem, basis data wajib pajak, dan peningkatan kepatuhan.
Kemudian, dari sisi belanja daerah, lanjut Sambirang, Kemendagri mengingatkan agar struktur belanja APBD NTB Tahun 2026 lebih berorientasi pada belanja wajib, mandatory spending, dan pemenuhan standar pelayanan minimal.
Catatan Kemendagri, belanja daerah tidak boleh berbasis pemerataan antar-perangkat daerah, melainkan harus berbasis prioritas pembangunan dan kinerja. Serta, memberikan dampak nyata bagi pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
Pengelolaan Pajak Rokok dan JKN Harus Sesuai
Kemendagri memberikan perhatian khusus pada kepatuhan terhadap pengelolaan pajak rokok dan pendanaan jaminan kesehatan nasional (JKN).
“Pemprov NTB wajib memastikan alokasi dan penggunaan dana tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Baik dari sisi persentase alokasi maupun tujuan penggunaannya. Hal ini guna menghindari temuan dan sanksi administratif,” ujarnya.
Terhadap keseluruhan hasil evaluasi tersebut, Kemendagri menegaskan Pemprov NTB wajib menindaklanjutinya secara sungguh- sungguh dan konsisten. Apabila hasil evaluasi tersebut tidak ditindaklanjuti, maka sesuai ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi.
“Sanksi ini berupa penundaan atau pemotongan dana transfer ke daerah. Sehingga, kepatuhan terhadap hasil evaluasi menjadi prasyarat penting dalam penetapan dan pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2026,” jelasnya. (*)



