Tiga Pulau Kecil di Sumbawa Masih Rapuh Hadapi Ancaman Bencana
Sumbawa Besar (NTBSatu) – Kajian Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) menilai, ketangguhan tiga pulau kecil di Kabupaten Sumbawa masih lemah dalam menghadapi ancaman bencana.
Pulau Bungin, Pulau Medang, dan Pulau Moyo belum memiliki fondasi sistem kebencanaan yang memadai untuk merespons risiko gempa bumi, tsunami, banjir rob, abrasi, hingga kekeringan.
Temuan tersebut terungkap dalam konsultasi publik hasil kajian ketangguhan pulau kecil FPRB Kabupaten Sumbawa bersama FPRB Provinsi NTB di Aula La Grande Sumbawa, Rabu, 17 Desember 2025.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sumbawa, M. Nurhidayat menjelaskan, ketiga pulau dipilih karena memiliki karakteristik berbeda, tetapi menghadapi ancaman bencana yang relatif sama.
“Ancaman yang dihadapi meliputi gempa bumi, tsunami, banjir rob, abrasi, hingga kekeringan. Namun, setiap pulau memiliki karakter dan kebutuhan penanganan yang berbeda,” katanya.
Bungin mewakili pulau kecil yang telah terhubung dengan daratan Sumbawa. Mayoritas penduduknya menggantungkan mata pencaharian pada sektor perikanan dan kelautan. Kemudian, Pulau Medang memiliki daya dukung lingkungan terbatas dan juga bergantung pada sektor perikanan.
Sementara itu, Pulau Moyo merupakan kawasan taman nasional. Masyarakat setempat sebagian besar bekerja di sektor pertanian dan peternakan, serta sebagian kecil di sektor perikanan.
Nurhidayat menegaskan, BPBD Sumbawa akan menjadikan hasil kajian tersebut sebagai dasar perencanaan program kebencanaan, khususnya untuk wilayah pulau-pulau kecil.
“Kami berharap kajian ini tidak berhenti sebagai dokumen, tetapi benar-benar diterapkan di lapangan,” ujarnya.
Bangun Sistem Penanggulangan Bencana
Wakil Ketua I FPRB Sumbawa, Zainuddin mengatakan, hasil kajian menunjukkan masih banyak kelemahan mendasar, terutama pada layanan dasar dan sistem penanggulangan bencana di tingkat desa.
“Layanan dasar masih banyak kekurangan, padahal ini merupakan fondasi utama ketangguhan bencana,” katanya.
Ia menyebutkan, hingga kini ketiga pulau tersebut belum memiliki peraturan desa dan dokumen kebencanaan sebagai dasar sistem penanggulangan bencana. Selain itu, sistem peringatan dini, jalur evakuasi, serta edukasi kebencanaan belum berjalan optimal.
“Ini potret nyata kondisi pulau kecil. Ada titik-titik lemah yang harus segera diintervensi,” tegasnya.
Ketua FPRB Provinsi NTB, Rahmat Sabani menambahkan, pihaknya juga melakukan kajian ketangguhan pulau kecil di Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air.
Menurutnya, hasil kajian di Pulau Lombok dan Sumbawa dapat menjadi rujukan bersama, tidak hanya untuk daerah setempat, tetapi juga sebagai model penguatan ketangguhan pulau kecil di tingkat nasional.
Rahmat menjelaskan kajian tersebut mendapat dukungan Program SIAP SIAGA, program kemitraan antara Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia.
“Program SIAP SIAGA memfasilitasi seluruh proses, mulai dari penyusunan instrumen, uji coba, penilaian lapangan, hingga penyusunan dokumen kajian,” jelasnya.
Dalam forum tersebut, FPRB Sumbawa dan FPRB Provinsi NTB juga menyusun sejumlah rekomendasi sebagai panduan pelaksanaan program penguatan ketangguhan bencana. Rekomendasi yang tersusun akan menjadi dasar program kerja FPRB Sumbawa tahun 2026. (*)



