Ekspor dan Impor NTB Anjlok Sepanjang 2025
Mataram (NTBSatu) – Kinerja ekspor dan impor Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sepanjang Januari–Oktober 2025, mengalami penurunan signifikan.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB melaporkan, tren perdagangan luar negeri daerah masih tertekan akibat melemahnya kondisi ekonomi global dan perubahan kebutuhan industri.
Kepala BPS Provinsi NTB, Wahyudin menyampaikan, ekspor NTB hingga Oktober 2025 belum menunjukkan pemulihan yang kuat. Terutama karena belum adanya pengiriman hasil tambang.
“Relaksasi ekspor mineral yang diterbitkan pemerintah sejak awal hingga akhir Oktober itu, belum menghasilkan ekspor dari PT AMNT ataupun konsentrat yang ada di Kabupaten Sumbawa Barat,” ujarnya dalam Berita Statistik, Senin, 1 Desember 2025.
Secara bulanan, nilai ekspor NTB pada Oktober 2025 mencapai 135,56 juta dolar AS, tumbuh 28,97 persen daripada Oktober 2024. Namun secara akumulatif, ekspor Januari–Oktober 2025 hanya 735,96 juta dolar AS, anjlok 69,62 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Struktur ekspor Oktober 2025 masih sangat bergantung pada komoditas primer, yaitu tembaga sebesar 57,38 persen dan perhiasan/perlatasan sebesar 41,98 persen. Sementara itu, kontribusi komoditas non-tambang seperti ikan, garam, dan produk hewani berada di bawah satu persen.
Menurut Wahyudin, dominasi komoditas tersebut menunjukkan minimnya diversifikasi. “Sektor perhiasan memang memberikan kontribusi besar, tetapi penguatan sektor non-tambang lainnya masih menjadi tantangan,” tegasnya.
Pasar Eropa dan Asia tetap mendominasi negara tujuan ekspor NTB pada Oktober 2025, dengan Swiss sebagai pangsa terbesar yakni 40,34 persen. Kemudian, Tiongkok 28,06 persen, Thailand 8,62 persen, Malaysia 7,86 persen, dan Korea Selatan 7,34 persen.
Nilai Impor NTB
Di sisi lain, impor NTB turun lebih tajam ketimbang ekspor. Total impor Januari–Oktober 2025 tercatat 206,93 juta dolar AS, merosot 75 persen dari periode sama 2024.
Pada Oktober saja, nilai impor hanya 6,84 juta dolar AS, turun 77,34 persen secara tahunan. Penurunan ini terutama akibat melemahnya aktivitas industri besar.
“Banyak industri yang biasanya membutuhkan mesin dan peralatan mekanik dalam jumlah besar, kini mengurangi aktivitasnya. Sehingga impor ikut menurun,” jelas Wahyudin.
Komoditas impor terbanyak berasal dari kelompok mesin dan pesawat mekanik yang mencapai 82,90 persen. Tiongkok menjadi negara pemasok utama sebesar 42,66 persen.
Tren penurunan tajam pada ekspor dan impor ini mengindikasikan, berkurangnya aktivitas industri dan tertahannya operasional sektor tambang yang selama ini menjadi penopang utama ekspor NTB.
“Kondisi ini semakin menekankan perlunya percepatan diversifikasi ekonomi dan hilirisasi agar ketergantungan NTB pada komoditas primer dapat berkurang dalam jangka panjang,” tambah Wahyudin. (*)



