OpiniWARGA

Seru Deru Purbaya Effect

Oleh: Mujaddid Muhas, M.A.*

Entah mengapa, sebagai orang yang kerap menulis kolom pada rubrik opini/artikel para media, saya tersugesti untuk menoreh kiprah “hegemonik berdampak” dari Menteri Purbaya. Semenjak Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa didapuk memimpin kementerian yang mengurusi fiskal.

Ada fenomena baru yang menyeruak ke hadapan publik. Sorotan multimedia menyasar kepada sosok yang dikenal sebagai “menteri koboi” itu. Sontak, publik banyak mendapat kejutan dari komentar-komentarnya via media yang lebih segar dan cenderung keluar dari pakem lazim (out of the box). Netizen menyambutnya seperti gelombang harapan.

Newsmaker pemberitaan. Prediksi penulis, bisa jadi dirinyalah yang bakalan jadi man of the years newsmsker 2025, pada penghujung tahun.

Pasalnya, ketika perekonomian sedang mengalami turbulensi. Pada banyak tempat, terjadi pemutusan hubungan kerja, pabrik-pabrik tutup. Sementara ketika lowongan dibuka, pelamar langsung membludak, antrean panjang dan mengular.

Saat sistem perbankan sedang “lesu darah” akibat fiskal “diendap” dan nyaris tak bertumbuh. Menteri Purbaya, tampil mengeluarkan stimulan kebijakan satu per satu yang menggeliatkan kembali perekonomian.

Mulai dari menggelontorkan 200 triliun kepada bank-bank milik pemerintah (Himbara), agar likuiditas uang beredar pada masyarakat. Bertujuan adanya peningkatan dengan segala sirkulasi perputaran dan dampak ekonominya.

Walau sesungguhnya, tindak out of the box tidaklah baru sama sekali. Pendahulunya Menteri BUMN Dahlan Iskan (kala itu), pernah mendebutnya terlebih dahulu pada soal pakem out of the box. Kita ingat, saat membongkar sendiri portal antrean tol, lantaran masih ada loket pembayaran yang tidak berfungsi.

Tutur komunikasinya yang blak-blakan tetapi realistis itu, memacu harapan baru adanya layanan publik yang lebih baik. Pula terhadap kebijakan penataan BUMN dengan mengedepankan pola kerja yang efektif, profesional dan akuntabel. Pada kabinetnya pun, ada tandom seperti Menteri Pertanian yang berperforma relatif sama. Blak-blakan, menyasar ke lapangan serta menentukan kebijakan sesegera mungkin, untuk kepentingan publik.

Menteri Purbaya, kini bukan hanya media darling, tetapi pula netizen darling. Gaya Purbaya sesuatu yang terasa berbeda dari lazimnya. Nyaris proteksionik dan paham pergerakan pasar makro-mikro, atensi terhadap eksistensi ekonomi kelas menengah (meso), peka kepentingan publik, dan interaksional segala penjuru.

Terpenting, bekerja sesuai warkat regulasi empiris yang efektif tanpa prosedural yang ribet. Selain itu, berpikir keras bagaimana meminimalisir jeratan utang APBN dan banyak hal lagi dari letupan-letupan yang membuat pasar ekonomi terasa lebih segar dan optimistik.

Simak saja, respons pasar saham yang cenderung menerima. Indeks Harga Saham Gabungan mengalami reborn, rupiah menguat. Sesuatu yang dikhawatirkan jeblok justru tidak terjadi. Suasana segar mewarnai kawah candradimuka ekonomi Indonesia.

Ada yang lebih menarik. Saban hari engagement algoritma terhadap Menteri Purbaya menempati posisi trending yang menerus. Bahkan ada yang sudah sampai pada konteks “keberlimpahan” yang berlebih dari persepsi harapan.

Menyebutnya sebagai bakal kandidat wakil presiden. Dalam hal ini, apabila bisa menukil respons, usah kiranya para media “menggiring-giringnya” untuk urusan capres-cawapresan. Selain arenanya masih jauh, kita rasanya perlu memberikan ruang profesional total terhadap dampak kebijakan menteri koboi itu.

Sesudi-sudinya, kita biarkan Menteri Purbaya bekerja membuktikan, pertumbuhan ekonomi yang dianalisisnya bisa dan nyata pada titik delapan persen. Pada tengah keadaan kontraksi perekonomian yang seolah mengalami ambang kebimbangan.

Terobosan out of the box Menteri Purbaya, perlu ditunggu dan secara obyektif menilainya. Ada waktu dan ruang garansi yang lapang diberikan padanya, agar apa yang dikatakan Rocky Gerung, Purbaya: pura-pura banyak gaya, tak terbukti.

Gebrakan demi gebrakan telah dilakukannya. Mulai dari gebrakan bea cukai dan pajak, kemudian penyampaian agar tak mengendapkan fiskal pada giro bank, ketika seharusnya digelontorkan. Teranyar, Menteri Purbaya ingin memelototi APBN pada kementerian strategis, agar menyesuaikan program yang langsung berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Ada lagi yang membuat publik tercengang. Inspeksi mendadak ke lapangan pada barang-barang impor tekstil yang berkaitan dengan Usaha Mikro Kecil Menengah. Menginginkan agar produk tekstil dalam negeri bisa lebih dominan untuk disirkulasi pergerakan ekonominya.

Pada aspek kelas menengah, membuat formulasi pertumbuhan yang menurutnya, perlu diatensi. Lantaran belum banyak distimulan oleh kebijakan perekonomian. Deindustrialisasi manufaktur membuat kelas menengah tak beranjak ke atas, justru sebagian menukik bersama kelas bawah. Langkah ini tentu saja adalah kabar bahagia bagi kelas menengah yang jumlahnya cukup tingkat meso, tetapi urgens sebagai penyangga kelas atas dan kelas bawah.

Tidak menaikkan cukai tembakau, bahkan sedang merumuskan penurunan Pajak Pertambahan Nilai yang kini sedang berada pada level 11 persen. Ada pula pernyataan pesan yang langsung kepada Generasi Z dari Menkeu Purbaya: belanja sesuai kantong, jangan ngutang dan Fomo.

Sederetan hal demikian, membuat aktivitas Menteri Purbaya menghegemoni pemberitaan dan timeline gawai para netizen. Purbaya effect dengan segala performanya. Pemikirannya yang selaras Sumitronomics melawan serakahnomics, seperti yang digaungkan Presiden Prabowo. Menunjukkan, bekerjanya birokrasi lebih waras dan apa adanya, piawai bernyanyi, bermain keyboard, pandai mengaji, bahkan berpotensi menjadi komedian tunggal. Singkatnya, Menteri Purbaya terus menyala.

Dengan performa ekonomi optimistik berbasis ekonomi konstitusi yang kini mengadopsi Soemitronomics, Purbaya melenggang bebas “berekspresi”. Menatabenahi ekonomi Indonesia. Pembuktian analisis sekaligus terapan kebijakannya, ditunggu publik! Senyum semringah dan acungan dua jempol ke depan yang menjadi gaya khasnya, menjadi magnet tersendiri. Bila benar pertumbuhan Indonesia pada pengujung tahun 2025, di atas 5,5 persen, maka ada fakta. Trending topik bukan sembarang trending. Saya ingin menukil seperti ini: Menkeu yang menyeru menderu. Purbaya, punyanya rakyat untuk bangkit berjaya. •


*Kolumnis

IKLAN

Berita Terkait

Back to top button