Hukrim

Polda NTB Gandeng BPKP Usut Dugaan Gratifikasi Pemprov NTB 

Mataram (NTBSatu) – Dit Reskrimsus Polda NTB, terus mendalami dugaan penyalahgunaan wewenang dan gratifikasi di lingkup Pemprov NTB.

Terbaru, kepolisian telah berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB dalam kasus era Lalu Muhamad Iqbal dan Indah Dhamayanti Putri atau Iqbal-Dinda tersebut.

Dir Reskrimsus Polda NTB, Kombes Pol FX. Endriadi mengatakan, koordinasi dengan BPKP bertujuan meminta auditor melakukan audit dengan tujuan tertentu.

“Untuk mendapatkan penghitungan atau audit kerugian negara,” katanya, Senin, 10 November 2025.

Kepolisian sebelumnya telah memeriksa ahli pidana dan dari Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri). Endriadi mengaku, permohonan audit kepada pihak auditor tersebut berdasarkan arahan ahli.

“Ahli kemudian menyarankan penyidik untuk melakukan permohonan pemeriksaan ke BPKP NTB,” jelasnya.

Penyidik memeriksa pihak Kemendagri, mengacu pada dugaan penyalahgunaan wewenang yang terindikasi dilakukan pejabat Pemprov NTB dalam penerbitan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2 dan 6 tahun 2025.

“Karena ini produk pemerintah provinsi, rencananya tim penyelidik akan meminta pendapat dari Kemendagri perihal itu,” jelasnya.

Selain itu, kepolisian juga telah melakukan koordinasi terhadap berbagai kantor dan instansi. Mereka turut mendalami beberapa dokumen.

Selain memeriksa berkas, pihak Dit Reskrimsus Polda NTB turut mengundang dan memintai klarifikasi para saksi. Sebagian dari mereka berasal dari kalangan pejabat Pemprov NTB di bawah kepemimpinan Iqbal-Dinda.

Laporan Dugaan Gratifikasi Pemprov NTB

Polisi menangani dugaan penyalahgunaan wewenang dan gratifikasi setelah menerima aduan Najamuddin. Hal itu tertuang dalam surat tanda bukti laporan pengaduan nomor: TBLP/307/VII/2025/Dit Reskrimsus Polda NTB.

Najamuddin sebelumnya mengaku telah menyerahkan sejumlah bukti kepada Polda NTB. Ia menilai, Lalu Muhamad Iqbal dan anak buahnya Nursalim berperan terhadap pengambilan uang Pokir 39 orang tersebut.

Ia juga menyoroti Pergub Nomor 2 dan 6 tahun 2025. Peraturan yang menjadi dasar pemerintah daerah mengeksekusi uang Pokir hingga mencapai puluhan miliar.

Padahal, Pemprov NTB seharusnya melewati PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang peraturan pemerintah tentang pengelolaan keuangan daerah. Kemudian, Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang pedoman teknis pengelolaan keuangan daerah.

Dengan begitu, Najamuddin beranggapan langkah pemotongan Pokir tahun 2025 ini sudah memenuhi unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Karena peraturan Pergub tersebut tidak memiliki satu payung hukum di atasnya.

Ia juga menyinggung keterkaitan Nursalim selaku Kepala BPKAD NTB. Posisinya yang mengelola keuangan daerah beririsan dengan persoalan Pokir tersebut.

“Jadi, di eksekutif tidak bicara personal. Beda dengan di legislatif. Gubernur terhubung dengan BPKAD. Antara atasan dan bawahan,” jelasnya.

Semakin kuat dugaan itu lebih-lebih Nursalim sudah memberikan keterangan di hadapan kejaksaan.

Dalih pemotongan pokir merupakan penerapan kebijakan efisiensi anggaran sesuai instruksi presiden (inpres) Nomor 1 Tahun 2025.

Namun Najamuddin merasa ada yang janggal. Sebab menurutnya, kebijakan efisiensi anggaran ini tidak menyentuh program Pokir. Melainkan hanya anggaran untuk perjalanan dinas, sewa-menyewa, dan kegiatan seremonial lainnya. (*)

IKLAN

Berita Terkait

Back to top button