Hukrim

Polisi Penuhi Petunjuk Jaksa Kasus Korupsi RSUD Sondosia Bima

Mataram (NTBSatu) – Penyidik Polres Bima Kota, menunggu petunjuk jaksa soal berkas perkara korupsi belanja makan dan minum Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sondosia 2019.

“Berkas perkara masih di jaksa. Kami masih nunggu dari JPU (Jaksa Penuntut Umum),” kata Kasat Reskrim Polres Bima Kota, Iptu Abdul Malik, Rabu, 17 September 2025.

Malik memilih tak menjelaskan secara detail terkait petunjuk jaksa. Intinya, arahan jaksa lebih dari satu. “Banyak petunjuknya,” ucapnya.

Dalam waktu dekat, sambung Malik, penyidik bersama jaksa akan melakukan gelar perkara tambahan. “Kita mau ekspose (gelar perkara) bersama-sama kejaksaan,” tuturnya.

Salah satu petunjuk yang dipenuhi penyidik adalah Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Petunjuk ini berkaitan dengan penetapan Mantan Bendahara Dinas Kesehatan Kabupaten Bima, Kandarmansyah sebagai tersangka ketiga.

“Benar, berkas sudah masuk, termasuk SPDP. Masih diteliti oleh tim,” jelas Kasi Pidsus Kejari Bima, Catur Hidayat Putra pada Rabu, 17 September 2025.

Penetapan Tersangka

Sebagai informasi, polisi menetapkan Mantan Bendahara Dinas Kesehatan Kabupaten Bima 2019, Kandarmansyah sebagai tersangka dugaan korupsi dana operasional RSUD Sondosia.

Penyidik sebelumnya telah menetapkan dua tersangka lain dalam kasus ini. Mereka adalah Direktur RSUD Sondosia, Julian Averos dan Bendahara RSUD Sondosia, Mahfud.

Abdul Malik menjelaskan, Kandarmansyah dalam kasus ini berperan menandatangani Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) fiktif operasional senilai Rp431 juta lebih.

“Beliau yang merancang RPU (Rencana Penggunaan Uang) dana operasional tahun anggaran 2019,” ungkapnya.

IKLAN

Penyidik menemukan lima item operasional dengan SPJ fiktif. Di antaranya, pengadaan makan dan minum pasien rawat inap.

Alur pencairan anggarannya, RSUD mengajukan RPU ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bima, lalu bendahara dinas yang membuat RPU.

“Bendahara yang mengurus administrasinya, kemudian menyampaikan ke DP2KAD,” jelas Kasat Reskrim.

Setelah DP2KAD menerbitkan SP2D, anggaran cair ke dinas kesehatan melalui badan pengelola pendapatan daerah (bappeda). Selanjutnya, dana itu cair ke bendahara RSUD Sondosia melalui Bank NTB.

“Secara singkat mekanismenya seperti itu,” tambah Malik.

Selain menyusun RPU, tersangka juga ikut menandatangani SPJ yang belakangan diketahui fiktif. SPJ tersebut disusun oleh bendahara rumah sakit saat itu, Mahfud.

Dalam kasus ini muncul kerugian keuangan negara sebesar Rp431.405.751. Angka itu berdasarkan audit Inspektorat Kabupaten Bima.

Kendati demikian, polisi tidak menahan ketiga tersangka. Alasannya, sambung Malik, karena mereka bersikap kooperatif sejak tahap penyelidikan.

“Jadi belum kami tahan,” ucapnya.

Ketiga tersangka terjerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)

Berita Terkait

Back to top button