Mengenal Istilah “Nepo Baby” dan “Nepo Kids” di Tengah Gejolak Nepal

Jakarta (NTBSatu) – Gelombang demonstrasi besar yang melanda jalan-jalan Kathmandu di Nepal sejak Senin, 8 September 2025. Kekacauan demonstrasi teresbut semakin ramai dengan tagar “Nepo Kids” atau “Nepo Baby” di dunia maya.
Generasi Z (Gen Z) teridentifikasi sebagai penggerak aksi demo Nepal, mereka yang berusia 13-28 tahun. sebagai
Masyarakat menyuarakan kemarahan terhadap korupsi yang merajalela, tata kelola pemerintahan yang buruk, dan sistem yang hanya menguntungkan segelintir elite politik.
Di tengah lautan spanduk dan slogan-slogan perubahan, salah satu sasaran utama kemarahan para pendemo adalah praktik nepotisme yang terang-terangan.
Para pendemo menargetkan anak-anak dan kerabat pejabat tinggi yang seolah mendapatkan karpet merah menuju posisi strategis dan kekuasaan.
Publik memandang sinis bagaimana para keturunan elite politik ini. Seperti yang berkaitan dengan dinasti politik berpengaruh di negara tersebut. Seolah mewarisi kekuasaan layaknya takhta kerajaan.
Sentimen inilah yang menjadi lahan subur bagi relevansi istilah global sebagai “nepo baby” dan “nepo kids”. Lalu apakah pengertian dari nepo baby dan nepo kids?
Makna Nepo Baby dan Nepo Kids
Istilah nepo baby sendiri pertama kali menjadi viral di industri hiburan. Mengutip New York Times, sebutan ini awalnya untuk menyindir anak-anak dari aktor atau musisi terkenal yang kariernya melesat berkat koneksi orang tua mereka.
Konsep ini kemudian meluas menjadi nepo kids, sebuah label yang lebih umum untuk merujuk pada anak-anak dari tokoh berpengaruh di berbagai bidang. Ini pun termasuk politik dan bisnis.
Inti dari label ini adalah persepsi bahwa, raihan kesuksesan bukanlah buah dari kerja keras murni, melainkan warisan sebuah privilese sejak lahir. Hal itu membuat mereka seakan memulai perlombaan jauh di depan garis start.
Dalam panggung politik Nepal, fenomena nepo kids ini terasa sangat nyata. Praktik di mana para pemimpin senior partai politik memberikan tiket pemilu kepada keluarganya untuk jabatan penting telah menjadi rahasia umum.
Hal ini memicu frustrasi yang mendalam di kalangan generasi muda Nepal yang berbakat dan berpendidikan. Namun merasa pintu kesempatan tertutup bagi mereka.
Di sisi lain, banyak juga dari mereka yang nampak berfoya-foya di atas penderitaan masyarakat. Gaya hidup mewah ini sering flexing di media sosial mereka.
“(Generasi Z) menuntut akuntabilitas dan investigasi yang adil atas korupsi ini, gaya hidup mewah ini, semua anak politisi yang korup ini,” kata seorang pendemo bernama Shree Gurung kepada CNN International.
Sementara itu, kondisi di Nepal masih terus memanas. PM KP Sharma Oli dan Presiden Ram Chandra Poudel kabarnya telah mengundurkan diri setelah massa membakar kediaman mereka.
Selain rumah, istri dari mantan PM Jhalanath Khanal, juga tewas setelah di tangan massa.
Menurut laporan, para menteri juga menjadi korban kekerasan massa. Bahkan, massa memburu dan menelanjangi Menteri Keuangan, termasuk mempersekusi Menteri Luar Negeri mereka.
Aparat juga terpaksa mengevakuasi beberapa pejabat menggunakan helikopter untuk menghindari amukan massa yang semakin memanas. Informasi tambahan, negara saat ini dalam penguasaan militer, setelah korban jiwa total 22 orang tewas. (*)