Ekonomi BisnisHEADLINE NEWS

Ekspor NTB Anjlok 92 Persen, Smelter Belum Beroperasi Total

Mataram (NTBSatu) – Nilai ekspor NTB terus merosot di tengah sorotan terhadap kinerja industri hilir tambang.

Badan Pusat Statistik (BPS) NTB melaporkan, Januari hingga Mei 2025, nilai ekspor NTB hanya 110,73 juta dolar AS, terjun bebas 92 persen dibanding tahun sebelumnya.

Sementara nilai ekspor pada Mei 2025 tercatat sebesar 54,32 juta dolar AS.

Angka ini menunjukkan penurunan yang sangat signifikan, jika dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya (Mei 2024), di mana nilai ekspor mencapai 503,02 juta dolar AS.

IKLAN

Dengan demikian, nilai ekspor NTB mengalami penurunan sebesar sekitar 89,16 persen secara tahunan (yearonyear).

Meskipun secara bulanan angka ini tampak tinggi, ekspor NTB praktis hanya ditopang oleh komoditas tembaga hasil pengolahan Smelter yang menyumbang 95,08 persen atau sekitar 51,6 juta dolar AS.

Menurut BPS, keran ekspor konsentrat yang sempat terhenti, mulai dibuka meski belum secara total.

IKLAN

“Tembaga tersebut diekspor ke sejumlah negara seperti Tiongkok, Korea Selatan, Taiwan, dan Vietnam melalui Pelabuhan Tanjung Perak,” ujar Kepala BPS NTB, Wahyudin dalam rilis berita resmi statistik, Selasa, 1 Juli 2025.

Bahkan, hasil ekspor tembaga itu berlangsung sejak April 2025, merupakan hasil dari proses pemurnian konsentrat di Smelter.

Keran ekspor sempat tertutup sejak Januari sampai Maret 2025. Begitu juga tahun 2024, ekspor dihentikan sejak Agustus sampai November. Hanya Desember 2024 dibuka, itu pun nilainya relatif kecil.

IKLAN

Namun, Mei 2025 ekspor tembaga sudah menunjukkan hasil. “Jadi, tembaga ini hasil Smelter, yang kita ekspor,” ujarnya menegaskan.

Kapasitas Operasional Smelter Jadi Penghambat

Namun, keterbatasan kapasitas operasional menjadi penghambat utama. Dari total kapasitas mesin sebesar 900 ribu ton per tahun, saat ini baru dimanfaatkan sekitar 25–30 persen.

Akibatnya, terjadi penumpukan konsentrat di gudang penyimpanan yang hanya mampu menampung 300 ribu ton. Jika kondisi ini terus berlanjut, diperkirakan akan terjadi overstock lebih dari 2 juta ton hingga tahun 2029.

“Mereka (pengelola Smelter) berharap sesekali diberikan izin ekspor konsentrat hasil tambang, supaya tidak menumpuk di gudang,” ujar Wahyudin.

Ia menambahkan, investasi di sektor Smelter masih terus berjalan. Ke depan, harapannya hasil tambang lain seperti emas dan perak juga dapat diproses di dalam daerah secara mandiri. Sehingga, nilai tambah tidak terus keluar dari NTB.

Selain tembaga, ekspor NTB juga berasal dari komoditas lain seperti perhiasan/permata senilai 1,8 juta dolar AS dan ikan serta udang sebesar 647 ribu dolar AS, dengan negara tujuan antara lain Jepang, Hongkong, Australia, dan Amerika Serikat.

Namun kontribusinya masih sangat kecil daripada ekspor tembaga, yang praktis menjadi penopang tunggal ekspor NTB saat ini. (*)

Berita Terkait

Back to top button