Mataram (NTBSatu) – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), menemukan sejumlah permasalahan yang harus Pemprov NTB tindaklanjuti dalam hal pengelolaan keuangan. Salah satunya utang di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi NTB sebesar Rp246,97 miliar.
Pelaksana Tugas (Plt) Inspektur Inspektorat NTB, Lalu Hamdi mengatakan, pihaknya akan segera melakukan pemeriksaan terhadap temuan ini.
“Temuan BPK kita tindaklanjuti. Sekarang sedang proses tindak lanjut, sedang jalan, kita akan terus pacu. Supaya bisa segera terselesaikan sesuai dengan rekomendasi yang ada di LHP BPK,” Kata Hamdi, Jumat, 20 Juni 2025.
Utang senilai Rp247,97 miliar di rumah sakit NTB tersebut salah satu penyebabnya kelebihan pembelian obat-obatan. Nilainya Rp193 miliar di akhir tahun 2024 lalu.
“Nilai itu termasuk obat itu kemungkinan,” ucapnya.
Mantan Kepala Biro Pemerintahan Setda NTB ini memastikan, akan menindaklanjuti temuan BPK tersebut sesuai dengan tenggat waktu yang BPK berikan, yaitu 60 hari.
“60 hari ini masih panjang, kan baru kemarin diberikan rekomendasi tindaklanjut ini. Kita upayakan akan bisa selesai dalam waktu 60 hari,” terang Hamdi.
Dalam hal ini, Inspektorat akan melakukan pengawasan secara rutin, memperkuat pengendalian internal dan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) di rumah sakit milik daerah ini.
“Kemudian pengendalian internal di rumah sakit itu, kita sudah bentuk komite kesehatan, dewan pengawas kita akan perbaharui dan personal yang profesional. Kemudian perbaikan anggaran agar balance,” tambahnya.
RSUD juga diminta melakukan efisiensi bembayaran Jasa Pelayanan (Jaspel), yang semula 40 persen turun menjadi 25 persen. Penggunaan obat untuk pasien penerima BPJS Kesehatan harus sesuai standar BPJS.
“Untuk memastikan tidak ada lagi temuan utang atau kelebihan belanja, Inspektorat akan membentuk tim kendali mutu dan biaya RSUD,” bebernya.
Terpisah, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) NTB, Nursalim mengatakan, sudah banyak temuan di RSUD NTB yang Pemprov NTB tindaklanjuti. Sementara, terkait dengan rincian utang Rp247,97 miliar, pihaknya tidak bisa membeberkannya.
Temuan BPK
Sebagai informasi, beberapa permasalahan yang menjadi temuan BPK di antaranya, Pemprov NTB belum optimal dalam melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap kepatuhan pengelolaan keuangan BLUD RSUD Provinsi NTB. Sehingga mengakibatkan utang RSUD Provinsi NTB tahun 2024 senilai Rp247,97 miliar.
“Hal ini menimbulkan defisit operasional dan berpotensi mengalami kesulitan likuiditas di masa mendatang. Yang pada akhirnya dapat mengganggu pelayanan pada masyarakat,” kata Pimpinan I BPK RI, Nyoman Adhi Suryadnyana.
Sehingga, BPK memberikan rekomendasi kepada Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal agar lebih optimal dalam melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap kepatuhan terhadap pengelolaan keuangan di RSUD Provinsi NTB.
“Gubernur juga harus merasionalisasikan belanja yang melampaui anggaran dan mengendalikan belanja, dengan memperhatikan kondisi keuangan RSUD Provinsi NTB,” pinta Nyoman Adhi.
Temuan selanjutnya adalah pengelolaan Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP) oleh sekolah di lingkungan Pemprov NTB belum memadai.
Termasuk, pelaksanaan kegiatan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Pendidikan Tahun 2024 secara swakelola pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB tidak memadai dan tidak sesuai ketentuan.
Selanjutnya, temuan pemeriksaan lainnya senilai Rp4,77 miliar. Temuan ini mencakup kekurangan penerimaan atas denda keterlambatan pekerjaan yang belum dikenakan senilai Rp3,13 miliar.
Lalu, kelebihan pembayaran atas Belanja Pegawai dan Belanja Barang dan Jasa seluruhnya senilai Rp1,18 miliar. Selanjutnya, penyaluran bantuan sosial tidak tepat sasaran senilai Rp25,00 juta. Dana Bantuan Sosial yang digunakan oleh pihak yang tidak tepat senilai Rp290,00 juta.
Serta, penggunaan dana BOS tidak sesuai ketentuan senilai Rp136,76 Juta.
“Dalam hal ini, BPK merekomendasikan kepada Gubernur NTB agar memproses kelebihan pembayaran dan kekurangan penerimaan seluruhnya senilai Rp4,77 miliar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan menyetorkannya ke kas daerah,” ungkap Nyoman Adhi. (*)