Mataram (NTBSatu) – Polda NTB melakukan rekonstruksi kasus dugaan kekerasan seksual oknum pengusaha “Walid Doraemon” inisial MAA, Jumat, 20 Juni 2025.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi menjelaskan, jika peran korban yang merupakan anak di bawah umur digantikan oleh boneka doremon.
“Karena korban kan. Karena ada ciuman dan sebagainya,” kata Joko mengutarakan alasan mengapa mengganti peran korban.
Menurutnya, apa yang tersangka MMA dan ES (kakak korban) peragakan sesuai dengan keterangan yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Subdit IV Dit Reskrimum Polda NTB.
“Tidak apa-apa. Olah TKP itu kan versi tersangka satu dan tersangka dua. Jadi kita tidak melihat korban. Jadi susah sesuai keterangan BAP, aman,” jelas Joko yang juga merupakan Sahabat Saksi dan Korban.
Pantauan NTBSatu di lokasi, proses rekonstruksi “Walid Doraemon” berlangsung di dua tempat. Pertama di Hotel Lombok Raya dan Hotel Kenda Kota Mataram. Dipimpin langsung Kasubdit IV Dit Reskrimum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati
Sejumlah pihak terlihat hadir dalam reka ulang ini. Mereka adalah penyidik, Jatanras, dan Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (INAFIS).
Selain itu, ada juga tim jaksa Kejati NTB, tersangka ES dan MAA bersama kuasa hukum. Termasuk LPA Kota Mataram pendamping anak korban sekaligus sebagi Sahabat Saksi dan Korban (SSK) LPSK.
Hingga berita ini terbit, proses rekonstruksi masih berlangsung di Hotel Kenda. Para tersangka masih melakukan reka ulang.
Penetapan Tersangka
Sebagai informasi, “Walid Doraemon” alias MAA menjadi tersangka dugaan kekerasan seksual terhadap anak.
Kasubdit IV Dit Reskrimum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati menyebut, penetapan tersangka setelah melakukan setengah penyidikan. Kasus ini berkaitan dengan kasus kakak “jual” adik beberapa waktu lalu.
Kejadian bermula pada Juni 2024. Kakak kandung korban insial ES membawa adiknya ke sebuah hotel Lombok Raya di Kota Mataram untuk bertemu tersangka MAA.
Setelah bertemu, terjadilah tindakan eksploitasi anak tersebut hingga korban hamil. Om-om hidung belang itu menyetubuhi korban yang saat kejadian duduk di bangku kelas 6 SD.
“Tersangka ES meninggalkan korban dengan MAA di kamar hotel,” jelasnya.
Modus ES, ia mengajak dan menjanjikan akan memberikan adiknya hadiah jika mengikuti permintaannya. Persetubuhan terhadap korban sudah berjalan selama beberapa kali.
“Sebelumnya MAA meminta ‘orang baru’ (kepada ES). Setelah bertemu anak korban, terjadilah persetubuhan,” ujarnya.
Dari “transaksi” itu, tersangka MAA memberikan uang Rp8 juta kepada ES dan adiknya.
Penyidik menilai ES melakukan tindak pidana eksploitasi seksual atau ekonomi terhadap anak sebagaimana pasal 12 UU No 12 Tahun 2022 tentang TPKS atau Pasal 88 Jo Pasal 76i UU RI nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang RI No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Sementara MAA sebagaimana pasal 12 UU No 12 Tahun 2022 tentang TPKS atau Pasal 88 Jo Pasal 76i Undang-Undang RI No 35 tahun 2014 tentang perubahan UU RI Nomor 23 tahun tentang perlindungan anak.
“Dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun,” tandas Puja. (*)