Pemerintahan

Kurtubi Minta Pemprov NTB Tidak Relaksasi Ekspor Tambang PT AMNT: Sebaiknya Tunggu Hilirisasi

Jakarta (NTBSatu) – Mantan Anggota Komisi VII DPR RI Dapil NTB, Dr. Kurtubi menyarankan Pemprov NTB tidak mengekspor hasil produksi tambang berbahan mentah PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT).

Mantan Komisaris PT AMNT ini menegaskan, sebaiknya Pemprov NTB menunggu pemanfaatan Smelter di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) tersebut.

“Jangan mau didesak oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) atau Menteri ESDM untuk mengekspor bahan mentah. Harus tunggu Smelter dulu, supaya ada hilirisasi. Makanya, sekarang kita harus dorong progres Smelter,” ujar Kurtubi kepada NTBSatu, Selasa, 17 Juni 2025.

Hilirisasi Tambang adalah Mutlak

Legislator Senayan 2014-2019 ini menekankan, hilirisasi tambang di NTB mutlak dilakukan, sehingga dapat menghasilkan keuntungan ekonomi yang besar buat daerah.

IKLAN

Ia menambahkan, jangan sampai penambang diizinkan mengekspor tambang mentah. Sebab, Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah melarang.

“Maksudnya begini, tambang yang ada di Pulau Sumbawa adalah karunia Illahi. Tapi, hilirisasi tidak dijalankan. Padahal, kalau hilirisasi jalan, PT AMNT juga kan yang untung. Jauh lebih bagus dan lebih baik hilirisasi,” jelasnya.

Menurut Kurtubi, kegiatan ekspor tambang mentah justru merugikan masyarakat NTB. Ia khawatir, rencana membuka relaksasi ekspor konsentrat PT AMNT menjadi lahan sogok-menyogok.

IKLAN

“Kita orang NTB banyak ketipu. Meminta bantuan ke Mendagri, nanti ada potensi sogok-menyogok. Jangan sampai kedua kali, itu tambang mineral di Dompu yang sangat besar juga harus hilirisasi. Pengalaman pahit di PT AMNT Sumbawa, harus jadi pelajaran buat kita,” ucapnya.

Dukung Pembangunan Smelter

Semasa menjabat di Parlemen Senayan, Kurtubi mengaku, mendukung penuh rencana PT AMNT membangun Smelter. Dukungan tersebut sesuai kehendak Undang-Undang (UU) untuk melakukan hilirisasi tambang.

“Waktu saya di DPR, rencana pembangunan Smelter kapasitas besar di KSB dengan bekerja sama dengan PT Freeport yang di Papua,” tuturnya.

IKLAN

Rencana tersebut ia dukung, dengan meminta Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) untuk melakukan studi tentang lokasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Pulau Sumbawa.

“Dalam rangka menopang operasi hilirisasi dengan Smelter kapasitas besar, yang dapat beroperasi non stop 24 jam sehari. Dan dalam satu tahun dengan menggunakan energi bersih bebas emisi karbon CO2 dari listrik PLTN,” paparnya.

Dalam pandangannya, strategi ini akan menguntungkan PT AMNT, PT Freeport, dan masyarakat NTB karena akan tercipta puluhan tenaga kerja baru.

Termasuk, akan tumbuh industri hilir yang juga dapat beroperasi 24 jam non stop. Dengan listrik yang lebih murah dan lebih bersih, ketimbang listrik PLTU berbahan batu bara.

“BATAN sudah menyampaikan hasil studinya dan sudah dipresentasikan di Mataram. Bahwa lokasi PLTN yang paling tepat adalah di pulau kecil di utara Kota Sumbawa Besar,” terangnya.

Smelter Freeport Gagal Masuk NTB

Selain itu, Kurtubi mengatakan, ongkos angkut bahan baku Smelter dari Freeport Papua ke KSB untuk waktu 50 tahun operasi hilirisasi sangat murah. Daripada ongkos angkut bahan baku Freeport dari Papua ke Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

“Selain biaya membangun Smelter Freeport di Gresik sangat mahal, karena pantai di sana harus diurug tanah ribuan truck besar dari Mojokerto. Tapi juga, harus membangun pelabuhan tambang sejauh 1 kilomter ari pantai Gresik,” ungkapnya.

Padahal, sambung Kurtubi, Gresik bukan daerah penghasil tambang. Sehingga, keputusan Presiden Joko Widodo agar PT Freeport membangun Smelter di Gresik adalah langkah yang sangat merugikan NTB.

“NTB kehilangan puluhan ribu kesempatan kerja. Termasuk, gagal bisa membangun pabrik semen yang akan memanfaatkan sebagaian dari produk Smelter dan Sumbawa maya dengan pasir besi bahan baku semen,” jelasnya.

Oleh sebab itu, ia menganggap, keputusan Presiden Jokowi yang mengkhianati rakyat NTB ini bisa terjadi karena kekosongan Anggota DPR RI Dapil NTB yang duduk di Komisi VII DPR RI periode 2019-2024.

“Karena soal hilirisasi tambang di Komisi VII waktu itu (red: sekarang Komisi XII),” tandas Kurtubi.

Sebelumnya, Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal menyampaikan, pihaknya sudah melakukan komunikasi dengan Kementerian ESDM terkait permintaan relaksasi ekspor konsentrat tambang PT AMNT.

Permintaan relaksasi ini, menyusul pertumbuhan ekonomi NTB menyentuh angka minus 1,47 pada triwulan I tahun 2025. Di mana sebagian besar disebabkan mandeknya ekspor tambang.

“Sudah (komunikasi), malahan dari Kementerian ESDM sudah turun ke PT AMNT,” kata Iqbal, Senin, 16 Juni 2025. (*)

Alan Ananami

Jurnalis Nasional

Berita Terkait

Back to top button