Mataram (NTBSatu) – Salah satu ujung dari pemekaran atau pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) adalah kemampuan fiskal daerah. Sehingga, akhir yang diharapkan adalah ketergantungan pada pusat semakin lama semakin hilang.
Demikian disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian saat menghadiri Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Provinsi NTB di Hotel Lombok Raya, Kota Mataram, Rabu, 4 Juni 2025.
Tito menyampaikan, pemekaran artinya memberikan ruang bagi daerah tersebut untuk berkreasi. Sebab, sudah diberikan otonomi dan kewenangan untuk mengelola daerah. Sehingga harapannya akan menghasilkan pendapatan fiskalnya sendiri. Tidak lagi bergantung pada pusat.
“Namun kenyataannya sekarang, hampir 450 daerah di Indonesia masih bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat. Termasuk Nusa Tenggara Barat (NTB),” kata Tito.
Untuk memekarkan suatu daerah, lanjut Tito, membutuhkan anggaran besar. Pasalnya, pasca-pemekaran, tentu daerah tersebut membutuhkan kantor baru, saran dan prasarana perumahan. Termasuk akan terjadi penambahan Aparatus Sipil Negara (ASN), penambahan kepala dinas, dan sebagainya.
“Yang terjadi artinya, pemekaran ini bagi-bagi uang pusat ke daerah. Pusat berat, Menteri Keuangan pusing, dengan pendapatan segini dibagi lagi, dibagi lagi (ke daerah),” tegas Tito.
Kondisi NTB
Provinsi NTB termasuk di dalamnya 10 kabupaten dan kota masuk dalam 450 daerah di Indonesia yang masih bergantung pada dana transfer dari Pemerintah Pusat.
Berdasarkan klasifikasinya, Provinsi NTB merupakan daerah dengan kapasitas fiskal kategori sedang.
Kapasitas fiskal sedang ditandai dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Pendapatan Transfer Pusat seimbang. Artinya, selisih antara rasio PAD terhadap total pendapatan dengan rasio pendapatan transfer terhadap total pendapatan lebih kecil dari 25 persen.
Data SIPD Ditjen Bina Keuangan Daerah yang dipublikasi oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menunjukkan, total pendapatan daerah Provinsi NTB mencapai sekitar Rp6,330 triliun. Bersumber dari pendapatan transfer sekitar 57,02 persen atau Rp3,609 triliun.
Sedangkan, dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekitar 39,66 persen atau Rp2,510 triliun. Serta, lain-lain pendapatan daerah yang sah sekitar 3,32 persen atau Rp210,10 miliar.
“Posisi NTB termasuk sedang (kapasitas fiskalnya), tapi kalau kita lihat daerahnya (kabupaten dan kota), masih sangat bergantung pada pusat,” ungkap mantan Kapolri ini.
Adapun kapasitas fiskal 10 Kabupaten dan Kota di NTB masuk kategori lemah. Artinya, pendapatan daerah bergantung dengan pendapatan transfer pusat.
Kabupaten Bima, Dompu
Misalnya, Kabupaten Bima, dari total pendapatan daerah mencapai Rp2,128 triliun, bersumber dari pendapatan transfer pusat sebesar 87,77 persen atau Rp1,868 triliun. PAD hanya 10,05 persen atau Rp213,98 miliar. Serta, lain-lain pendapatan daerah yang sah 2,18 persen atau sekitar Rp46 miliar.
Kemudian, Kabupaten Dompu. Total pendapatan Rp1,270 triliun. Bersumber dari pendapatan transfer pusat sebesar 88,20 persen atau Rp1,120 triliun. Pendapatan asli daerah 10,24 persen atau Rp130,05 miliar. Lain-lain pendapatan daerah yang sah hanya 1,56 persen atau Rp19,81 miliar.
Sementara, Kabupaten Lombok Barat total Pendapatannya sekitar Rp2,221 triliun. Bersumber dari pendapatan transfer pusat sebesar 77,74 persen atau Rp1,727 triliun. Pendapatan asli daerah 22,26 persen atau Rp494,45 miliar.
Kemudian, Kabupaten Lombok Tengah, total pendapatan sekitar Rp2,813 triliun, bersumber dari pendapatan transfer pusat sebesar 82,98 persen atau Rp2,334 triliun. Pendapatan Asli Daerah 15,60 persen atau Rp438,89 miliar. Lain-lain pendapatan daerah yang sah 1,42 persen atau Rp39,83 miliar.
Sedangkan Kabupaten Lombok Timur total pendapatannya sekitar Rp3,445 triliun. Bersumber dari pendapatan transfer pusat sebesar 84,27 persen atau Rp2,903 triliun. Pendapatan asli daerah 15,20 persen atau Rp523,86 miliar. Lain-lain pendapatan daerah yang sah hanya 0,52 persen atau Rp18,05 miliar.
Berikutnya, Kabupaten Lombok Utara. Total pendapatan sekitar Rp1,150 triliun. Bersumber dari pendapatan transfer pusat sebesar 73,65 persen atau Rp847,44 miliar. Pendapatan Asli Daerah 26,35 persen atau Rp303,21 miliar.
Sumbawa dan Sumbawa Barat
Selanjutnya, Kabupaten Sumbawa Barat. Total pendapatan sekitar Rp1,331 triliun. Bersumber dari pendapatan transfer pusat sebesar 77,54 persen atau Rp1,032 triliun. Pendapatan Asli Daerah 9,38 persen atau Rp124,80miliar. Lain-lain pendapatan daerah yang sah hanya 13,09 persen atau Rp174,17 miliar.
Sementara Kabupaten Sumbawa, total pendapatannya sebesar Rp2,456 triliun. Bersumber dari pendapatan transfer pusat sebesar 88,56 persen atau Rp2,175 triliun. Pendapatan asli daerah 9,44 persen atau Rp232,94 miliar. Lain-lain pendapatan daerah yang sah 2 persen atau Rp49,13 miliar.
Berikutnya, Kota Bima memiliki total pendapatan sebesar Rp1,077 triliun, bersumber dari pendapatan transfer pusat sebesar 90,60 persen atau Rp975,95 triliun. Pendapatan Asli Daerah 9,40 persen atau Rp101,24 miliar.
Terakhir, Kota Mataram. Total pendapatan sekitar Rp1,890 triliun. Bersumber dari pendapatan transfer pusat sebesar 67,80 persen atau Rp1,281 triliun. Pendapatan Asli Daerah 32,20 persen atau Rp608,83 miliar. Lain-lain pendapatan daerah yang sah tidak ada. (*)