OpiniWARGA

Gorontalo dan Nusa Tenggara Barat: Menelisik Wajah Ekonomi dan Prospek Kemitraan

Oleh: Dr. Herwin Mopangga – Dosen FEB Universitas Negeri Gorontalo

Nusantara, dengan ribuan pulaunya, adalah mozaik ekonomi yang unik, di mana setiap provinsi memiliki karakteristik dan potensi tersendiri. Di tengah dinamika pembangunan nasional, Provinsi Gorontalo di utara jazirah Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat (NTB) di kepulauan Sunda Kecil, menawarkan gambaran menarik tentang pertumbuhan ekonomi dengan pendekatan yang berbeda.

Provinsi Gorontalo: Keterbatasan Skala dengan Pertumbuhan Impresif

Pada Triwulan I 2025, Gorontalo mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, mencapai 6,07% (yoy), melampaui rerata nasional. Angka ini juga menunjukkan peningkatan tipis 0,15% secara quarter-to-quarter (qtq) dibandingkan Triwulan IV 2024. PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) tercatat Rp8.450,87 miliar, sedangkan Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) mencapai Rp14.136,02 miliar.

Motor utama pertumbuhan Gorontalo adalah kinerja ekspor barang dan jasa yang tumbuh signifikan 8,4%. Angka ini merefleksikan kekuatan komoditas lokal dan daya saing produk Gorontalo di pasar. Di sisi lain, pengeluaran konsumsi rumah tangga juga tetap solid di angka 4,82%, menunjukkan daya beli masyarakat yang terjaga. Indikator kesejahteraan masyarakat pun menunjukkan perbaikan. Nilai Tukar Petani (NTP) naik menjadi 114,07 dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) mencapai 102,78, menandakan peningkatan daya beli di sektor kunci. Tingkat kemiskinan berhasil ditekan menjadi 13,87%, sementara Indeks Pembangunan Manusia (IPM) naik menjadi 72,01.

IKLAN

Profil ekonomi Gorontalo cenderung berbasis pada sektor primer, terutama pertanian (jagung) dan perikanan. Transformasi dari bahan baku mentah menjadi produk bernilai tambah, seperti pengolahan jagung menjadi pakan atau produk turunan lain, serta diversifikasi produk perikanan, menjadi strategi kunci untuk menjaga momentum pertumbuhan.

Nusa Tenggara Barat: Dinamika Multisektor dan Tantangan Fluktuasi

Bergeser ke NTB, profil perekonomiannya lebih multisektor dan berskala lebih besar. Pada Triwulan I 2025, PDRB NTB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) mencapai Rp43,95 triliun, dan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) sebesar Rp26,11 triliun. Meskipun lebih besar, kinerja pertumbuhan NTB pada Triwulan I 2025 mengalami kontraksi 2,32% (qtq). Kontraksi terdalam berasal dari Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian sebesar 18,93%.

Namun perlu dicatat bahwa apabila sektor pertambangan dikeluarkan, pertumbuhan ekonomi NTB non-tambang pada Triwulan I-2025 mencapai +5,57% (yoy). Ini menunjukkan bahwa sektor riil, yang mencakup konsumsi rumah tangga (meskipun ekspor juga mengalami kontraksi pada sisi pengeluaran), perdagangan, pertanian, dan jasa, masih menunjukkan performa yang cukup solid dan bahkan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Konsumsi rumah tangga (PKRT) di NTB juga tetap positif, dengan kontribusi tertinggi terhadap perekonomian (58,51% pada Triwulan III 2024).

NTB memiliki keunggulan pada sektor pertanian (padi, jagung, peternakan), pariwisata (Lombok, Gili, Mandalika), dan tentu saja pertambangan (tembaga). Keberadaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika menjadi magnet investasi dan pendorong sektor pariwisata serta industri terkait. Tantangan utama NTB adalah mengelola volatilitas harga komoditas tambang dan menjaga stabilitas inflasi, terutama inflasi pangan yang pada Desember 2024 mencapai 2,81%.

IKLAN

Kesamaan dan Perbedaan sebagai Landasan Kemitraan

Meskipun terpisah secara geografis, Gorontalo dan NTB memiliki beberapa kesamaan fundamental:

1) Basis Sektor Primer: Keduanya sangat bergantung pada pertanian, perikanan, dan/atau peternakan sebagai pilar ekonomi. Peningkatan daya beli petani dan nelayan menjadi krusial.

2) Potensi Pariwisata: Keduanya memiliki kekayaan alam dan budaya yang menjadi daya tarik pariwisata, meskipun dengan karakteristik yang berbeda.

3) Upaya Peningkatan Kesejahteraan: Baik Gorontalo maupun NTB secara konsisten berupaya menekan kemiskinan dan meningkatkan IPM.

Namun, ada perbedaan signifikan yang justru membuka peluang sinergi:

IKLAN

1) Ketergantungan Sektor Unggulan: Gorontalo lebih murni agraris-maritim, sementara NTB memiliki dimensi pertambangan yang kuat namun fluktuatif.

2) Skala Ekonomi: NTB jauh lebih besar dalam PDRB, menunjukkan kapasitas ekonomi yang lebih besar.

3) Pengembangan Infrastruktur Investasi: NTB memiliki KEK Mandalika sebagai anchor investasi pariwisata dan industri, yang belum dimiliki Gorontalo dalam skala serupa.

Sister Province untuk Pertumbuhan Inklusif

Dengan memahami profil ini, peluang kemitraan strategis antara Gorontalo dan NTB, dalam kerangka sister province, menjadi sangat prospektif:

1) Diversifikasi Ekonomi NTB, Belajar dari Gorontalo: NTB dapat mengadopsi keberhasilan Gorontalo dalam menggenjot pertumbuhan ekonomi dari sektor non-tambang. Gorontalo dapat berbagi best practices dalam pengembangan industri hilir pertanian dan perikanan (misalnya pengolahan jagung menjadi pakan, pengolahan ikan tuna untuk ekspor), yang relevan untuk NTB dalam mengurangi ketergantungan pada sektor tambang.

2) Kolaborasi Rantai Pasok dan Pangan: NTB, sebagai lumbung padi dan peternakan, dapat menjadi mitra strategis Gorontalo dalam memenuhi kebutuhan pangan, sementara Gorontalo dapat memasok jagung untuk pakan ternak di NTB. Kerja sama ini akan memperkuat ketahanan pangan regional.

3) Pengembangan Pariwisata “Dua Muka”: Membangun paket wisata cross-region yang mengombinasikan keunikan Gorontalo (wisata hiu paus, danau, budaya) dengan NTB (pesona pantai Lombok, Gili, event internasional di Mandalika). Ini akan memperkaya pengalaman wisatawan, meningkatkan lama tinggal, dan memperluas market reach.

4) Transfer Pengetahuan KEK dan Peningkatan Kualitas SDM: NTB dapat berbagi pengalaman dalam pengelolaan KEK Mandalika dan menarik investasi besar. Sebaliknya, Gorontalo dengan keberhasilan penekanan kemiskinan dan kenaikan IPM, dapat berbagi strategi dalam program pengentasan kemiskinan dan peningkatan kualitas SDM, termasuk insentif pajak untuk pelatihan vokasi yang relevan.

5) Inovasi Pertanian Berbasis Teknologi: Kedua provinsi dapat berkolaborasi dalam riset dan adopsi teknologi pertanian modern (misalnya precision farming, digitalisasi pertanian) untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan resiliensi terhadap perubahan iklim, yang dapat didukung oleh alokasi Dana Insentif Daerah (DID).

Ibukota sebagai Pilot Proyek Ideal

Kota Gorontalo dan Kota Mataram dapat diinisiasi sebagai pilot project percepatan pembangunan serta pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan, terutama setelah keduanya menempati peringkat teratas dalam Indeks Daya Saing Daerah (IDSD) 2024 di luar Pulau Jawa. Pemeringkatan ini dilakukan oleh GoodStats, sebuah lembaga nirlaba berada didalam jaringan “Good News From Indonesia”. Empat pilar utama pemeringkatan meliputi Sumber Daya Manusia (SDM), Pasar dan Ekonomi Lokal, Ekosistem Inovasi, dan Lingkungan Pendukung Pembangunan. Kota Gorontalo menduduki posisi pertama dengan skor 4,31, disusul Kota Mataram di posisi kedua dengan skor 4,29.

Pada akhirnya, pencapaian impresif Gorontalo dan potensi besar NTB adalah aset nasional. Melalui kemitraan sister province dan atau sister city yang terencana dan strategis, diharapkan akan memperkuat basis ekonomi masing-masing serta berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sinergi ini akan menjadi model kolaborasi antar-daerah yang memanfaatkan kekuatan komparatif untuk kesejahteraan bersama. (*)

Berita Terkait

Back to top button